REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Ace Hasan Syadzily menilai, daftar isian masalah (DIM) yang tertuang dalam draf Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) masih dalam konteks supremasi sipil. Pasalnya, lembaga yang nantinya dapat diisi TNI adalah yang berkaitan dengan pertahanan dan militer.
Ace mengatakan, ada beberapa jabatan sipil yang malah perlu diperkuat oleh keberadaan TNI. Dia mencontohkan, salah satu instansi yang perlu ada keberadaan TNI adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Selama ini, BNPB selalu dipimpin oleh jenderal bintang tiga TNI.
Hanya saja, BNPB belum tertuang dalam UU Nomor 34 Tahun 2004, karena saat itu belum berdiri. Sekarang, BNPB dimasukkan sebagai satu dari 16 lembaga yang boleh ditempati tentara aktif.
Karena itu, sangat tidak tepat jika pembahasan RUU TNI di Komisi I DPR mrenghidupkan kembali Dwifungsi ABRI. "Saya ambil contoh BNPB itu TNI, jenderal bintang tiga, di dalam RUU lama belum ada," kata Ace di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025).
Selain itu, lembaga yang diperlukan keberadaan TNI adalah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Menurut dia, keberadaan TNI dalam dua badan itu juga tidak diatur dalam UU TNI yang lama, karena memang saat itu belum berdiri.
"Lembaga-lembaga ini saya kria sesuai kapasitas dan konpetensinya itu membutuhkan keberadaan TNI untuk menjaga kedaulatan negara kita, gitu. Karena kan seperti misalnya terorisme, itu menyangkut dengan kedaulatan negara, keselamatan negara, jadi TNI menjadi sangat penting, gitu," kata Ace.