REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Serangan Israel ke Jalur Gaza selama 24 jam terakhir pada Sabtu hingga Ahad kemarin menyebabkan 15 orang, termasuk empat jurnalis, terbunuh. Serangan tersebut dilancarkan ketika perpanjangan gencatan senjata di Gaza tengah diupayakan.
Kementerian Kesehatan di Gaza mengungkapkan, dari 15 korban jiwa, sebagian besar terbunuh dalam serangan Israel ke Beit Lahiya pada Sabtu (15/3/2025). Sebanyak sembilan orang, termasuk empat jurnalis, kehilangan nyawanya terimbas serangan Israel.
Militer Israel mengakui meluncurkan serangan tersebut. Mereka mengatakan enam lelaki yang merupakan anggota sayap bersenjata Hamas dan Jihad Islam, terbunuh dalam serangan itu. Israel mengklaim, beberapa di antara korban memang menyamar sebagai jurnalis.
Kepala kantor media otoritas Gaza, Salama Marouf, mengatakan pernyataan militer Israel terkait serangan ke Beit Lahiya mencantumkan nama-nama orang yang tak ada di lokasi serangan. Menurutnya pernyataan tersebut didasarkan pada laporan media sosial yang tak akurat. "Tanpa repot memverifikasi fakta," ujar Marouf.
Dalam serangan Israel terpisah ke Gaza pada Sabtu lalu, sebanyak empat orang terbunuh. Pada Ahad (16/3/2025), pesawat nirawak Israel juga meluncurkan serangan ke Juhr Eldeek di pusat Gaza. Menurut keterangan otoritas kesehatan di Gaza, serangan itu menyebabkan seorang kakek berusia 62 tahun terbunuh dan beberapa warga lainnya mengalami luka-luka.
Serangan drone Israel ke Rafah juga menyebabkan sejumlah orang terluka. Kendati demikian, militer Israel mengklaim bahwa mereka tak familiar dengan serangan-serangan drone tersebut.
Pada Ahad lalu, Israel juga meluncurkan serangan ke lingkungan Zeitoun di Kota Gaza. Militer Israel mengklaim bahwa serangan tersebut mengincar "teroris" yang berusaha menanam bom.
Saat ini belum ada kejelasan terkait kelanjutan gencatan senjata di Gaza. Kelompok Hamas menghendaki agar gencatan senjata dilanjutkan ke fase kedua. Sementara Israel menginginkan agar masa gencatan senjata fase pertama diperpanjang.