Ahad 02 Mar 2025 07:20 WIB

Hamas Tuding Israel Sengaja Ingin Akhiri Gencatan Senjata dan Lanjutkan Perang

Gencatan senjata tahap kedua mandek karena Israel enggan memulai negosiasi.

Peti berisi jenazah sandera yang meninggal akibat serangan Israel di Jalur Gaza, sebelum diserahkan oleh kelompok Hamas i Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Kamis, 20 Februari 2025.
Foto: (AP Photo/Abdel Kareem Hana)
Peti berisi jenazah sandera yang meninggal akibat serangan Israel di Jalur Gaza, sebelum diserahkan oleh kelompok Hamas i Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Kamis, 20 Februari 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kelompok pejuang kemerdekaan Palestina, Hamas menilai Israel bertanggung jawab atas mandeknya pembicaraan tahap kedua kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza. Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, Sabtu (1/3/2025), mengatakan, pihaknya menolak segala upaya Israel yang ingin memperpanjang tahap pertama gencatan senjata.

"Israel bertanggung jawab untuk tidak dimulainya negosiasi tahap kedua dari perjanjian Gaza," ujarnya dalam wawancara dengan Al Araby.

Baca Juga

Qassem menuding Israel ingin membebaskan sandera Israel yang masih ditahan di Gaza dengan cara paksa melalui operasi militer yang terus berlanjut di wilayah Palestina. "Para penjajah menghindari kewajiban mereka untuk mengakhiri perang dan menyelesaikan penarikan pasukan dari Gaza," katanya.

Ia juga menegaskan bahwa Hamas menolak segala bentuk perpanjangan tahap pertama gencatan senjata dan menuduh Israel berusaha mengembalikan negosiasi pertukaran tahanan ke titik awal. Gencatan senjata di Gaza telah berlaku sejak 19 Januari sebagai bagian dari kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk membebaskan sandera Israel dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina.

Kesepakatan itu dijamin oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, yang telah membentuk pusat koordinasi di Kairo. Tahap pertama kesepakatan mencakup pertukaran tahanan secara terbatas, penarikan sebagian pasukan Israel ke perbatasan Gaza, serta akses bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.

 

sumber : Antara, Sputnik-OANA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement