Sabtu 18 Jan 2025 19:45 WIB

Cyber University Kembali jadi Sorotan di Indonesia Enterprise Risk Management Award VII

Gunawan menyoroti dampak serangan siber pada bisnis.

Rektor Cyber University Gunawan Witjaksono tampil sebagai keynote speaker di acara Indonesia Enterprise Risk Management Award VII 2025 dengan tema utama
Foto: Cyber University
Rektor Cyber University Gunawan Witjaksono tampil sebagai keynote speaker di acara Indonesia Enterprise Risk Management Award VII 2025 dengan tema utama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam sebuah momen yang penuh dengan diskusi hangat dan wawasan tajam, Gunawan Witjaksono, Rektor Cyber University, tampil sebagai keynote speaker di acara Indonesia Enterprise Risk Management Award VII 2025 dengan tema utama "The Challenges and to Mitigate Corporate Risk in 2025" di Hotel Ambhara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2025). Kali ini, ia membawa topik yang sangat relevan, yakni Cyber Risk, sebuah ancaman yang kian menggeliat di tengah percepatan transformasi digital.

Dalam paparannya, Gunawan menyoroti dampak serangan siber pada bisnis, dan percaya atau tidak, ancamannya bukan hanya soal teknis, tapi bisa bikin perusahaan megap-megap menghadapi risiko besar yang menunggu di tikungan digital.

Baca Juga

1. Kerugian Finansial

Gunawan menjelaskan bahwa pelanggaran data bukan sekadar soal diretasnya beberapa email karyawan. Ini soal kerugian finansial yang masif. Ketika sebuah perusahaan harus menutup sistem karena serangan ransomware, mereka kehilangan pendapatan, harus mengeluarkan biaya pemulihan yang mahal, dan bisnis pun bisa terhenti total.

"Rata-rata, pelanggaran data pada 2023 telah menyebabkan kerugian hingga 2,4 juta dolar AS per insiden. Bayangkan dampaknya pada perusahaan kecil yang punya sumber daya terbatas," ujarnya.

2. Kerusakan Reputasi

Pelanggaran data dapat memengaruhi kepercayaan pelanggan. Sekali data bocor, reputasi perusahaan bisa rontok. Kehilangan pelanggan akibat reputasi yang hancur bisa jauh lebih mahal dibandingkan biaya pemulihan teknis.

Gunawan menyebut, "Dalam era kepercayaan digital, reputasi adalah mata uang. Sekali rusak, butuh waktu bertahun-tahun untuk memperbaikinya—itu pun kalau bisa kembali seperti semula."

3. Tanggung Jawab Hukum

Selain merusak keuangan dan nama baik, serangan siber juga bisa memaksa perusahaan berhadapan dengan meja hijau. Ketidakpatuhan terhadap peraturan privasi data atau standar keamanan bisa menghasilkan denda yang besar. Gunawan mengingatkan bahwa regulasi seperti GDPR di Eropa dan undang-undang serupa di Indonesia terus berkembang, dan pelanggaran bisa berarti masalah hukum yang serius.

Ia menekankan bahwa memahami risiko ini adalah langkah pertama, tetapi yang tak kalah penting adalah mengembangkan strategi pertahanan yang efektif, mulai dari pelatihan karyawan hingga teknologi mutakhir seperti firewall dan sistem deteksi ancaman. Dengan kesadaran yang lebih baik dan mitigasi yang tepat, bisnis bisa lebih tangguh menghadapi tantangan digital yang semakin kompleks.

Dengan pemaparan yang kuat ini, Cyber University sekali lagi menunjukkan kepemimpinannya dalam membentuk talenta digital Indonesia, mengukuhkan diri sebagai the First Fintech University in Indonesia yang siap menjawab tantangan masa depan. Sebuah pertanyaan pun menggantung di udara, seberapa siap kita menghadapi gelombang ancaman berikutnya di lautan siber?

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement