REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti, Bambang Noroyono
Nilai tukar mata uang rupiah terpantau terus mengalami pelemahan dan bertengger di atas Rp16.000-an per dolar AS. Pengamat mata uang yang juga Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai di antara faktor yang menyebabkan kelesuan pasar finansial adalah gonjang-ganjing kondisi politik, terutama penetapan tersangka terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto.
Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Jumat (27/12/2024) pukul 11.29 WIB, rupiah melemah 63 poin atau 0,39 persen menuju level Rp16.253 per dolar AS. Rupiah kembali menyentuh level psikologisnya, Rp16.000 per dolar AS sejak 16 Desember 2024 lalu.
“Secara internal, faktor yang memengaruhi pelemahan rupiah adalah tentang gonjang ganjing perpolitikan di Indonesia pasca-Sekjen PDIP dijadikan sebagai tersangka. Ini juga sedikit membuat kegaduhan tersendiri, sehingga investor asing pun juga enggan untuk kembali masuk,” kata Ibrahim dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (27/12/2024).
Ibrahim menuturkan, akibat sentimen tersebut, bahkan banyak dana-dana asing yang keluar. Padahal semestinya di akhir-akhir tahun seperti ini tidak terlalu signifikan dana arus modal yang keluar. “Tetapi rupanya ini cukup mengagetkan,” tegasnya.
Ia mengatakan, pergerakan Mata Uang Garuda dengan kondisi yang ada sampai saat ini masih belum bisa bertahan di bawah Rp16.000 per dolar AS. Hal itu meskipun Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi di pasar untuk menstabilkan mata uang rupiah.
Di sisi lain juga pemerintah terus melakukan intervensi di pasar dengan cara menggelontorkan stimulus, seperti bantuan langsung tunai (BLT) yang sudah diturunkan dan bantuan sosial (bansos) yang masih dalam proses penyaluran. Pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga terus melakukan pengawasan terhadap kondisi pasar, tapi kondisi perpolitikan ternyata dinilai cukup kuat memengaruhi rupiah.
“Perpolitikan di Indonesia yang kurang stabil akibat partai-partai oposisi yang begitu vokal terhadap pemerintahan, ini membuat para investor enggan untuk kembali masuk ke pasar finansial dalam negeri,” tuturnya.