Senin 23 Dec 2024 09:19 WIB

PDIP Diserang Balik, Dianggap 'Cuci Tangan' dari Kenaikan PPN

PDIP dinilai punya peran besar dalam kenaikan PPN.

Rep: Rizky Suryarandika/Antara/ Red: Teguh Firmansyah
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Hanteru Sitorus mengkritik kenaikan PPN saat ekonomi lesu.
Foto: Republika.co.id
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Hanteru Sitorus mengkritik kenaikan PPN saat ekonomi lesu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan PPN 12 persen telah memicu kontroversi, ada yang memaklumi, tapi banyak juga yang mencibir. Salah satu pihak yang kritis dalam pemberlakukan kenaikan PPN 12 persen adalah PDIP. Partai Banteng itu meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kenaikan PPN dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat saat ini.

"Kita minta mengkaji ulang apakah tahun depan itu sudah pantas kita berlakukan pada saat kondisi ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Kita minta itu mengkaji," tutur Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus dalam keterangannya, Ahad (22/12/2024).

Baca Juga

Namun sikap PDIP mendapat sindiran keras dari politikus lainnya di Senayan. Apa sebab, karena PDIP juga berperan besar dalam meloloskan kenaikan PPN tersebut melalui pengesahan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). PDIP dianggap hanya ingin mencari perhatian rakyat. 

"PDIP terus mencari simpati rakyat, tetapi mereka lupa bahwa merekalah yang mengusulkan soal kenaikan PPN 12 persen itu," kata anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI Bahtra Banong dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Bahtra menjelaskan bahwa ketua panitia kerja (panja) mengenai kenaikan PPN 12 persen pada waktu itu adalah kader PDIP sekaligus Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel.

Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa sikap PDIP saat ini yang memiliki sentimen negatif terhadap keputusan pemerintah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka soal kenaikan PPN merupakan hal yang tidak layak diperlihatkan kepada publik.

"Mereka minta batalkan, padahal pengusulnya mereka dan bahkan ketua panja adalah kader mereka. Kenapa sekarang ramai-ramai mereka tolak?” katanya.

Sebagai gambaran pada 7 Oktober 2021 pemerintah dan anggota dewan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Sebanyak delapan dari sembilan fraksi di DPR RI menyetujui RUU HPP diundangkan, yakni Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP. Hanya fraksi PKS yang menyatakan penolakan.

UU HPP terdiri dari sembilan bab yang memiliki enam ruang lingkup pengaturan, yakni ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP), pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), program pengungkapan sukarela (PPS), pajak karbon, serta cukai. Masing-masing ruang lingkup memiliki waktu pemberlakuan kebijakan yang berbeda.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Dalam Bab IV Pasal 7 UU HPP berisi penjelasan mengenai penyesuaian tarif PPN menjadi 11 persen mulai berlaku 1 April 2022, dan menjadi 12 persen mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025.

Wakil Ketua Umum DPP PKB Faisol Riza menantang PDIP agar menggugat pemberlakuan PPN itu ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Kalau memang keberatan dengan pemberlakuan PPN 12persen sesuai dengan UU HPP, masyarakat sebaiknya menguji melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi," kata Riza kepada wartawan, Senin (23/12/2024).

Direktur Eksekutif Nalar Bangsa Institute Farhan A Dalimunthe mengungkit penyebab kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen merupakan andil dari PDI Perjuangan (PDIP). Kenaikan itu nantinya mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Farhan mengingatkan PDIP agar sadar diri bahwa kenaikan itu terjadi karena ulah PDIP itu sendiri. Sebab Farhan menduga PDIP seolah melepas tanggungjawab atas kenaikan PPN.

“PDI Perjuangan yang harus bertanggung jawab atas kenaikan PPN 12 persen ini, karena dari yang menginisiasi sampai yang menetapkan kebijakan ini di tahun 2021 lalu kan PDI Perjuangan. Jadi jangan seolah-olah hari ini menolak dan menyalahkan pemerintahan yang baru menjabat,” kata Farhan kepada wartawan, Ahad (22/12/2024).

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement