REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bisa mencoba skema pungutan cukai minuman berpemanis yang disalurkan langsung ke BPJS Kesehatan. Skema ini mirip dengan pengalokasian pungutan cukai rokok yang juga ke BPJS Kesehatan.
Hal ini disampaikan Guru Besar FEB UI Telisa Aulia Felianty usai jumpa pers Cukai Minuman Berpemanis di Gedung Heritage ANTARA, Kamis (19/12/2024). "Saya rasa skemanya bisa seperti itu. Karena kan sama-sama cukai ya untuk kompensasi langsung," kata Telisa menjawab pertanyaan Republika.
Persoalan pungutan cukai minuman berpemanis mencuat karena situasi penyakit diabetes melitus yang sudah meluas. Tidak lagi menjangkiti orang dewasa, Kemenkes merilis data bahwa penyakit akibat gula itu sudah menjangkiti anak-anak dan remaja. Pemerintah kemudian merilis Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Cukai Minuman Berpemanis beberapa waktu lalu. Diperkirakan jumlah pasien diabetes melitus di Indonesia tahun ini sudah mencapai 20 juta orang.
Telisa melanjutkan, skema ini harus memperhatikan kondisi keuangan di BPJS Kesehatan. Terutama apakah klaim penyakit terkait gula yang makin tinggi. Atau BPJS Kesehatan sudah menyatakan tekor klaim akibat penyakit jenis ini.
Dalam paparan ke pers pada 2023, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyatakan jumlah dana yang digelontorkan untuk klaim penyakit diabetes melitus terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2018 pihaknya membayarkan klaim Rp6,5 triliun untuk mengobati peserta yang terkena diabetes. Jumlah itu kemudian meningkat menjadi Rp7,1 triliun pada 2019.
Setahun kemudian, angka itu kembali meningkat ke level Rp7,5 triliun pada 2022. Angka ini tidak begitu jauh dengan pernyataan Telisa soal potensi penerimaan negara dari cukai minuman berpemanis, yaitu sebesar Rp 6,6 triliun.
Sementara untuk cukai rokok, pada 2024 diperkirakan mencapai Rp 22 triliun. Pada tahun yang sama, biaya klaim BPJS Kesehatan yang dikeluarkan untuk penyakit akibat rokok mencapai sekitar Rp 15,6 triliun.
Ditanya apakah skema ini pernah dibahas dalam perundingan cukai minuman berpemanis, Telisa mengatakan belum. Namun kembali ia menilai konsep serupa bisa diterapkan, karena situasinya relatif mirip. "Idenya kan ini untuk mengurangi klaim kesehatan. supaya BPJS nya gak tekor terus."
Dalam jumpa pers sebelumnya Telisa juga memaparkan, dari hasil riset CISDI imbas penyakit yang dipicu oleh konsumsi berlebihan minuman berpemanis ini cukup tinggi. CISDI mengeklaim pungutan cukai bisa antisipasi potensi 450 ribu kematian akibat diabetes melitus tipe 2 dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.