REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) merayakan satu dekade berdirinya organisasi tersebut dalam Konferensi Internasional Kebijakan Luar Negeri (CIPF) yang diadakan di Jakarta pada Sabtu (30/11/2024). Dalam pidatonya, pendiri FPCI Dino Patti Djalal menyoroti perjalanan dan pencapaian organisasi selama 10 tahun terakhir.
Tahun 2024 menjadi tahun istimewa bagi FPCI, menandai 10 tahun sejak didirikan. "Setelah 10 tahun, inilah kami sekarang," ujar Dino sambil menunjukkan slide yang menggambarkan perubahan dirinya dan organisasi sejak 2014.
"FPCI 10 tahun lalu seperti gubuk kecil di desa kecil, dan hari ini, gubuk kecil itu telah menjadi komunitas kecil yang penuh dengan orang-orang yang berpikiran sama."
FPCI kini memiliki cabang di hampir semua kampus di Indonesia yang memiliki jurusan hubungan internasional, termasuk di kota-kota seperti Malang, Medan, Jakarta, Surabaya, dan banyak lagi. Di tingkat regional, FPCI telah melibatkan 100 kampus di Asia Tenggara dan menargetkan 300 kampus dalam lima tahun ke depan.
Melalui unit iklim FPCI, organisasi ini menyelenggarakan Net Zero Summit, konferensi iklim terkemuka di Indonesia, dan menyerukan Net Zero Indonesia pada 2050, yang didukung oleh Presiden Prabowo pada KTT G20 di Rio.
Selain itu, FPCI mengundang pemuda terbaik dari seluruh provinsi di Indonesia dan komunitas diaspora untuk menulis visi Indonesia Centennial 2045. Organisasi ini juga memobilisasi organisasi akar rumput dan sosial dalam Global Town Hall, melibatkan 24.000 orang dari 133 negara untuk membahas isu-isu global yang mendesak.
FPCI juga menginisiasi deklarasi perdamaian Abrahamik dengan melibatkan pemimpin agama Muslim, Kristen, dan Yahudi dari 10 negara, meskipun tantangan besar di tengah konflik Israel-Gaza. Jaringan Studi Kekuatan Menengah FPCI aktif dan berperan dalam mendorong kebijakan kekuatan menengah yang diadopsi oleh pemerintah Indonesia.
Konferensi CIPF tahun ini dihadiri oleh 9.520 peserta, menjadikannya konferensi kebijakan luar negeri terbesar di dunia. "Dalam sepuluh tahun terakhir, FPCI telah tumbuh menjadi kelompok kebijakan luar negeri akar rumput terbesar di Asia Tenggara dan Asia Pasifik," ujar Dino.
Namun, dampak nyata FPCI diukur dari kemampuannya untuk menyalakan semangat cinta kebijakan luar negeri di kalangan pemuda Indonesia. Para peserta konferensi datang dari berbagai penjuru Indonesia, menunjukkan semangat dan dedikasi mereka terhadap kebijakan luar negeri.
"Mereka datang dengan kepala dan hati mereka," kata Dino, menyoroti perjalanan panjang yang ditempuh para peserta untuk menghadiri acara tersebut.
FPCI berkomitmen untuk menjadi kekuatan dalam hubungan antar masyarakat, terutama di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik. "Hubungan antar masyarakat telah menjadi kekuatan geopolitik," tegas mantan Menteri Luar Negeri itu, menekankan pentingnya kepercayaan antara masyarakat, bukan hanya antar pemerintah.
Ke depan, FPCI berencana mengadakan Konvensi Rakyat ASEAN dengan dukungan dari ASEAN, UNESCO, dan tiga pemimpin dunia. "Tema besar konferensi ini adalah bagaimana kekuatan menengah dapat menenangkan badai dan memperbaiki dunia," ujar Dino, menyoroti peran penting kekuatan menengah dalam membentuk tatanan regional dan dunia di tengah meningkatnya rivalitas geopolitik.
Dengan semangat dan visi yang kuat, FPCI terus berupaya memperkuat hubungan antar masyarakat dan mempromosikan dialog global di tengah tantangan dunia yang semakin kompleks.