REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai pemblokiran terhadap rekening bank yang terindikasi terlibat judi online atau daring sebagai salah satu langkah yang efektif. Tindakan tersebut bisa menekan maraknya tindak pidana perjudian daring.
"Sangat-sangat (efektif) dan kita terus melakukan penghentian sementara ya, bila ada indikasi-indikasi suatu rekening itu digunakan untuk judi online," kata Koordinator Kelompok Humas PPATK Natsir Kongah secara daring, Sabtu (30/11/2024).
Natsir juga menambahkan bukan hanya rekening bank yang menjadi target pemblokiran. Dompet digital atau e-wallet yang terindikasi terlibat judi daring juga akan diblokir. Dia mengungkapkan ada lebih dari 8.000 rekening yang telah diblokir karena terindikasi terlibat judi daring.
Dalam pemblokiran tersebut PPATK juga telah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk penindakan yang lebih optimal. Rekening yang diblokir tersebut selanjutnya akan dianalisis dan diserahkan kepada penyidik untuk diproses lebih lanjut.
"Jadi penyidik setelah menemukan alat bukti kemudian menyampaikan kepada Jaksa Penuntut Umum, lalu kemudian diproses di pengadilan," ujarnya.
Hakim kemudian akan memutuskan apakah uang yang tersimpan di rekening tersebut akan dirampas untuk negara atau akan ditangani sesuai aturan hukum yang berlaku. "Hakim yang menentukan uang hasil judi disita atau dilihat nanti ya seberapa besar terkaitannya dengan tindak pidana yang ada," tuturnya.
Natsir menjelaskan perputaran uang judi daring di 2024 diperkirakan dapat mencapai Rp 900 triliun, jika langkah pencegahan tidak diperkuat. Oleh karena itu PPATK akan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, seperti Polri, OJK, industri perbankan, dan penyedia dompet digital, dapat menekan angka tersebut hingga separuhnya.
Meskipun judi daring terus menjadi masalah besar, PPATK mencatat tren penurunan pada 2024 berkat kolaborasi lintas sektor. Namun, sejarah menunjukkan lonjakan signifikan sejak 2017, di mana perputaran uang judi daring meningkat dari Rp2 triliun pada 2017 menjadi Rp 15,7 triliun pada 2020, dan mencapai Rp 327 triliun pada 2023.