REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Pemerintah merilis data, judi online seperti candu hingga mengakibatkan 8,8 juta warga Indonesia terlibat di dalamnya hingga 2024. Judi online menjadi efek domino bagi kasus-kasus lainnya, seperti tingginya angka perceraian, bunuh diri, hingga tak sedikit korbannya yang depresi akibat kecanduan judi online.
Beragam masalah sosial yang disebabkan judi online, menggerakan sekelompok orang yang juga sebagian mantan pelaku judi online membentuk perkumpulan Masyarakat Anti Judi (Maju) Indonesia. Ketua Umum Maju Indonesia Fauzan Rachmansyah mengatakan, ada tiga aspek yang diciptakan judi online kepada masyarakat.
Pertama jiwa yang lemah, pecandu judi online cenderung tidak kuat menghadapi masalah dan selalu mengambil jalan pintas untuk menghasilkan sesuatu dengan cepat. Namun, cara tersebut hanya menimbulkan rentetan masalah lainnya.
"Kedua ada sebuah limit yang hilang. Dulu seseorang memiliki uang Rp 1 juta itu besar dan sangat berarti. Tapi tidak bagi pelaku judi online, uang segitu menjadi kecil nilainya, dan akan dihabiskan lagi untuk bermain judi online," ujarnya dalam diskusi di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, dikutip Selasa (26/11/2024).
Ketiga, lanjut Fauzan, pecandu judi online gampang bahagia dan saat bersamaan mudah marah. Tapi kebahagiaan yang dihasilkan sangat semu. Pasalnya, para pecandu akan kembali bermain judi online dan ketika dia kalah maka akan mudah tersulut emosi dan terbiasa dengan sesuatu yang instant.
"Ini semua pengalaman saya berinteraksi dengan pelaku judi online. Makanya kita buat komunitas berkumpul untuk saling kenal tukar pengalaman. Supaya bisa keluar dari lingkaran judi online," ucap Fauzan.
Ketua Bidang Hukum Maju Indonesia, Luhut Parlinggoman Siahaan mengatakan, keberadaan organisasinya untuk membantu korban-korban judi online yang saat ini belum dapat perlindungan dari pemerintah. Menurut dia, korban judi online tak ubahnya seperti korban narkoba.
Perlu menjalani rehabilitasi agar mereka tidak lagi jatuh ke lubang yang sama. "Kalau korban narkoba sudah ada UU Narkotika yang mengharuskan direhabilitasi. Nah korban judi online ini belum ada undang-undangnya, kita akan perjuangkan itu," kata Luhut.
Menurut Luhut, undang-undang (UU) untuk menjerat judi online saat ini masih merujuk UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang memberikan hukuman yang cukup memberatkan bagi para korbannya. Padahal, kata dia, dalam hal itu para korban seharusnya direhabilitasi. Sedangkan hukuman berat harus dijatuhkan kepada para bandar dan penyelenggara judi online.
"Kita akan perjuangkan agar korban judi online mendapat rehabilitasi. Karena ini sudah menjadi tragedi nasional, banyak korban judi online yang terkena mentalnya," kata Luhut.
Ketua Bidang Rehabilitasi Maju Indonesia Ustadz Suryadillah menambahkan, sebanyak 95 persen korban judi online menyasar kalangan masyarakat menengah dan miskin, yang lemah pemahaman agamanya dan minimnya tingkat pendidikan. Oleh karena itu, salah satu cara pencegahan judi online yakni dengan memberikan edukasi untuk membangun kesadaran bagi mereka.
"Bangun kesadaran menjadi salah satu tugas pemuka agama, berikan edukasi dan pemahaman bahwa judi online itu buruk dan menyesatkan. Sambil pemerintah memberantas situs-situs judinya. Ini akan menjadi cara yang ampuh," ucap Surya.