REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan calon anggota legislatif (caleg) DPR RI Daerah Pemilihan DKI Jakarta II dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada Pemilu 2024, Muhamad Zainul Arifin, meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatasi periode masa jabatan anggota legislatif. Zainul menguji materi Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Menurut dia, pasal-pasal itu mengandung ketidakpastian hukum karena tidak jelas mengatur batasan periodisasi masa jabatan anggota legislatif.
“Ketiadaan pembatasan periodisasi jabatan anggota legislatif telah menyebabkan ketidakpastian dalam negara hukum Indonesia, sebab ketiadaan pembatasan periodisasi jabatan itu sama sekali tidak memberi kepastian perihal sampai berapa periode seseorang dapat mencalonkan atau menjabat sebagai anggota legislatif,” kata Sipghotulloh Mujaddid selaku kuasa hukum pemohon di Gedung I MK, Jakarta, Selasa (12/11/2024).
Zainul selaku pemohon mendalilkan, ketidakpastian periode masa jabatan anggota legislatif menyebabkan periodisasi menjadi tidak terbatas. Oleh karena itu, kata dia, seorang anggota legislatif dapat menduduki jabatan yang sama untuk waktu yang lama.
Setidaknya ada dua hal yang timbul akibat ketidakjelasan batasan masa jabatan itu, yakni sirkulasi kekuasaan legislatif menjadi macet karena didominasi anggota lama dan akses keterpilihan caleg non-petahana menjadi sempit. Diyakininya, pengaturan tentang batasan masa jabatan anggota legislatif penting untuk mencegah kekuasaan yang terpusat. Dengan begitu, ruang partisipasi setiap warga negara terbuka lebar dan sirkulasi politik dapat berlangsung secara sehat.
Jika dibaca secara sistematis, sambung Zainul, bunyi ketentuan pada pasal diuji sejatinya telah memberi batasan masa jabatan anggota legislatif, yakni selama lima tahun dan selanjutnya digantikan oleh anggota yang baru. Batasan tersebut dapat ditarik dari bunyi frasa “dan berakhir pada saat anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota yang baru mengucapkan sumpah/janji”.
Menurut dia, frasa “anggota yang baru” seharusnya dimaknai sebagai “orang baru”, bukan “periode baru”. Namun, frasa itu ditafsirkan bukan sebagai pembatasan masa jabatan, melainkan sebagai legitimasi dapat dipilihnya anggota berkali-kali tanpa batas.