REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar pada iSenin menolak pembentukan negara Palestina. Menurutnya tuntutan pembentukan negara Palestina saat ini sebagai tujuan yang tak 'realistis' di tengah perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.
“Saya rasa posisi ini tidak realistis saat ini dan kita harus realistis,” kata menteri yang baru dilantik itu ketika menjawab pertanyaan mengenai pembentukan negara Palestina dengan imbalan normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab.
"Negara Palestina akan menjadi 'negara Hamas',"[tambah Saar, mengacu pada kelompok pejuang Palestina di Gaza yang telah berperang dengan Israel selama lebih dari setahun.
Upaya normalisasi merupakan bagian dari Kesepakatan Abraham tahun 2020 yang dipantau oleh Donald Trump dan prosesnya dapat dilanjutkan setelah ia kembali ke Gedung Putih usai pemilihan presiden AS minggu lalu.
Sementara itu, berbicara di Yerusalem, para pemimpin Arab dan Muslim berkumpul di Arab Saudi untuk menghadiri pertemuan puncak yang membahas perang di Gaza dan Lebanon.
Kementerian luar negeri Saudi mengumumkan rencana pertemuan puncak pada akhir Oktober dalam pertemuan, juga di Riyadh, mengenai “aliansi internasional” baru untuk mendesak pembentukan negara Palestina.
Perang di Gaza meletus dengan serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya di Israel selatan pada 7 Oktober tahun lalu.
Kampanye pembalasan Israel telah menewaskan lebih dari 43.603 orang di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil, menurut data dari kementerian kesehatan wilayah tersebut yang dianggap dapat dipercaya oleh PBB.
Hizbullah yang berbasis di Lebanon, yang seperti Hamas didukung oleh Iran, mulai menembaki Israel setelah serangan tanggal 7 Oktober.
Pertukaran reguler lintas batas meningkat pada akhir September ketika Israel mengintensifkan serangan udara dan mengirim pasukan darat ke Lebanon selatan.