REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menilai Cagub Jakarta nomor urut 1 Ridwan Kamil (RK) saat ini mempertontonkan mentalitas orang kalah. Sebab, kata dia, RK menemui Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) ketika eks Gubernur Jawa Barat (Jabar) itu mengalami kemunduran elektabilitas.
"Di tengah-tengah hasil survei yang menunjukan pasangan RK itu mengalami penurunan secara drastis, menunjukkan ketidakpercayaan publik yang makin besar, kemudian Pak RK datang ke Pak Jokowi, itu menunjukkan mentalitas kalah," kata Hasto kepada wartawan, Ahad (3/11/2024) .
Hasto mengatakan, langkah RK bertemu Jokowi tentu ingin meminta restu dan pertolongan agar pria kelahiran Bandung itu menang dalam Pilkada Jakarta 2024. Hasto menyimpulkan langkah meminta restu dan pertolongan maju kontestasi politik seperti mengembalikan Indonesia ke budaya Orde Baru.
"Budaya restu-restuan itu adalah budaya lama, budaya Orde Baru," ujar Hasto.
Hasto menyebut anak muda sebenarnya tidak suka langkah meminta pertolongan dan restu dalam kontestasi politik. Para generasi Z lebih suka kandidat menawarkan gagasan dan mempertontonkan prestasi.
"Ini berbeda dengan budaya anak muda, generasi milenial, gen Z ya mengedepankan prestasi, itu bedanya. Harus turun ke bawah, dengan menampilkan gagasan yang baik, sehingga ketika RK datang ke Pak Jokowi itu menunjukkan sekali lagi mentalitet kalah, mentalitet bukan pejuang," kata alumnus Universitas Pertahanan (Unhan) itu.
Hasto menyebut langkah RK tak ditiru Pramono Anung dan Rano Karno atau Doel.
"Maka dari itu, kami makin meyakini Pak Pramono Anung dan Rano Karno akan memenangkan Pilkada Jakarta, karena terus turun ke bawah dan menyapa rakyat dengan gagasan gagasan yang membangun Jakarta sebagai global city," ujar Hasto.
Selain itu, Hasto menuturkan langkah RK meminta pertolongan Jokowi sudah tak berlaku. Sebab Presiden Prabowo Subianto sudah menekankan pentingnya aparat netral pada pilkada serentak 2024.
"Cawe-cawe Jokowi sudah enggak bisa lagi, meskipun kita lihat ada berbagai elemen-elemen aparatur negara yang masih mencoba dikerahkan. Oleh karena itu, jangan takut terhadap intervensi dari aparat negara, karena presiden prabowo sudah mengatakan komitmennya untuk netral. Kalau ada aparatur negara termasuk oknum polisi yang bergerak untuk memenangkan pasangan calon tertentu, itu artinya berseberangan dengan garis kebijakan Presiden Prabowo," ucap Hasto.