Selasa 29 Oct 2024 21:28 WIB

Pegiat Hukum Maqdir Ismail Sebut Pokok Korupsi, Begini Penjelasannya

Persoalan suap jadi titik tolak pemberantasn korupsi.

Seminar tentang pemberantasan korupsi di UKI Jakarta.
Foto: Erdy Nasrul/Republika
Seminar tentang pemberantasan korupsi di UKI Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) menjadi sorotan berbagai pihak. Penasihat Hukum Senior Dr. Maqdir Ismail, SH,LL,. menilai korupsi tidak hanya menyangkut kerugian negara. 

Hal ini disampakan dalam acara seminar nasional terkait uji materi pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor dengan tema 'Tak ada Suap, tak ada Korupsi', di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta Pusat, Selsa (29/10/2024).

Baca Juga

Maqdir mengatakan masalah saat ini yakni perlu adanya pemberantasan suap menyuap dan penyalah gunaan jabatan yang dilakukan oleh orang serakah. Hal ini lah yang dinilai perlu menjadi titik tolak dalam memberantas korupsi. 

"Sebenarnya korupsi itu bukan hanya menyangkut kerugian negara tetapi yang pokok adalah suap menyuap, penyalah gunaan kewenangan dan sebagainya ini diatur dalam UU kita," ujar Maqdir.

"Salah satu penyebab terjadinya kekacauan masalah korupsi adalah karena keserakahan orang, orang serakah ini lah yang harusnya menjadi titik tolak dalam peberantasan korupsi," sambungnya.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar IPDN, Ahli Keuangan Negara Prof. Dadang Suwanda, SE,.MM menilai dalam sebuah perkara tidak semua harus dimasukan dalam ranah pidana dan dianggap merugikan negara. 

"Dalam dunia pemerintahan ada 4 pidana, kalau terjadi penyimpangan ini penyimpangan di mana jangan semua ditarik ke pidana, kalau administratif tarik ke administratif," kata Dadang.

"Apakah ini kerugian negara atau bukan, tapi lebih ke pada ada nggak kerugian negara, jangan sampai nggak ada kerugian negara tapi dipaksakan," ujar Dadang. 

Dalam hal administrasi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki yaitu sistem pengendalian managemen. Salah satunya yakni perlu adanya pemisahan pihak yang menetukan kerugian negara dalam sebuah kasus.

"Jadi yang menentukan kerugian negara siapa, yang menentukan kerugian negara jangan semua diborong sama hukum. Pisahkan di situ, yang berwenang menentukan adalah BPK. Harus pasti siapa yang menentukan kerugian negara siapa, siapa yang punya kewenangan," tuturnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement