Kamis 17 Oct 2024 13:20 WIB

Kepala BPKH Raih Gelar Doktor Setelah Bedah Kinerja Keuangan Rumah Sakit Swasta di Era JKN

Ia menyoroti pentingnya penyesuaian tarif layanan yang perlu dievaluasi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Lida Puspaningtyas
Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah
Foto: Republika/Havid Al Vizki
Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah berhasil meraih gelar doktor di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dengan disertasi berjudul "Analisis Hubungan Kinerja Keuangan Rumah Sakit Swasta Profit dengan Kinerja Pelayanan Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional Periode 2017 – 2022." Dalam disertasi ini, ia membahas mendalam mengenai hubungan antara kinerja keuangan rumah sakit dan kualitas pelayanan yang diberikan kepada peserta JKN.

Dalam presentasinya, Fadlul menjelaskan adanya hubungan negatif yang signifikan antara kinerja keuangan rumah sakit swasta dan kinerja pelayanan. “Meskipun banyak rumah sakit ingin menjadi mitra BPJS, tantangan likuiditas sering kali menghambat kemampuan mereka untuk memberikan pelayanan yang optimal," jawabnya saat merespons pertanyaan dari Prof. Dr. Besral tentang kelayakan kerja sama antara rumah sakit swasta dan BPJS.

Baca Juga

Ia menekankan, masalah likuiditas sangatlah penting, terutama mengingat keterlambatan pembayaran yang terkadang terjadi dari BPJS Kesehatan. Data yang diambil mulai periode 2017 hingga 2022 mencakup dinamika yang terjadi sebelum dan setelah pandemi.

Dalam disertasinya, ia menyoroti pentingnya penyesuaian tarif layanan, dengan menyatakan bahwa tarif yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan harus dievaluasi agar sejalan dengan biaya operasional rumah sakit. "Tanpa penyesuaian ini, rumah sakit akan kesulitan untuk mencapai profitabilitas yang berkelanjutan," tuturnya.

Selama menyusun disertasi, ia juga menghadapi tantangan dalam mengumpulkan data laporan keuangan dari rumah sakit. "Menghadapi kesulitan karena banyak rumah sakit yang tidak transparan dalam menyajikan data keuangan mereka,” ungkapnya.

Meskipun demikian, ia berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan kebijakan kesehatan di Indonesia, terutama dalam meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Hadir juga sebagai penguji Kepala BPJS, Prof. Dr. Ali Gufron Mukti, yang memberikan sanggahan mengenai kesimpulan performa keuangan rumah sakit swasta yang negatif akibat BPJS. Menurut Ali Gufron, dalam realitasnya banyak rumah sakit swasta yang justru ingin bekerja sama dengan BPJS. Ia menyarankan agar menggunakan data yang lebih baru untuk analisis. Gufron juga mempertanyakan logika dari kesimpulan yang diambil, mengingat banyak rumah sakit yang tidak mengalami kerugian dari kerja sama tersebut.

Menjawab sanggahan Ali Gufron, Fadlul menjelaskan perkembangan terbaru mengenai kinerja BPJS Kesehatan. Ia mencatat adanya perubahan signifikan dalam penyediaan dana dan kebijakan pembayaran, meskipun prosesnya mengalami penundaan hingga 2024 akibat kesibukan di lembaga baru. "Kami telah menerima banyak penelitian baru yang sejalan dengan penelitian kami, memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kinerja keuangan dan pelayanan," jelasnya.

Fadlul pun berharap hasil penelitiannya dapat menginspirasi dan memperkuat kondisi nyata di BPJS Kesehatan, terutama pasca-pandemi dan setelah penyesuaian tarif layanan. Dalam disertasinya, ia menggarisbawahi bahwa aksesibilitas layanan kesehatan merupakan prioritas utama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement