Rabu 09 Oct 2024 02:00 WIB

Enam Pola Perencanaan Risiko Bencana Indonesia

BNPB berkomitmen menguatkan literasi bencana.

Bencana banjir (ilustrasi)
Foto: tv parlemen
Bencana banjir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memaparkan enam pola perencanaan pengurangan risiko bencana yang diharapkan dapat berkontribusi signifikan dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana di Indonesia.

Pola perencanaan pengurangan risiko bencana disampaikan oleh Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi dalam acara Apel Kesiapsiagaan dan Pameran peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Balai Meuseuraya Aceh, Banda Aceh.

Baca Juga

Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa rangkaian kegiatan peringatan PRB menjadi momentum penting bagi pemerintah pusat, daerah, lembaga swasta, dan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi berbagai potensi bencana, khususnya menjelang musim hujan serta potensi gempa bumi dan tsunami.

"Oleh karena itu, kewaspadaan dan kesiapsiagaan adalah hal yang tidak bisa ditawar," kata Prasinta.

Ia menekankan bahwa bencana bisa terjadi kapan saja, sehingga persiapan yang dilakukan saat ini bisa menyelamatkan banyak nyawa di kemudian hari.

BNPB menyoroti pentingnya peran pemerintah daerah dalam meningkatkan kesiapsiagaan dan mitigasi melalui enam pola perencanaan yang telah disusun.

Pola pertama, menurut Prasinta, adalah memastikan kesiapan logistik, peralatan, alat peringatan dini, dan sistem komunikasi bencana. Selain itu, tempat evakuasi sementara maupun permanen, serta jalur evakuasi harus dipastikan dapat digunakan dan mudah diakses.

Pola kedua, BNPB mendorong peningkatan edukasi, sosialisasi, dan literasi kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang risiko gempa bumi dan tsunami.

Pola ketiga, memastikan ketersediaan papan informasi, rambu-rambu, dan arah evakuasi yang memadai serta mudah dipahami oleh masyarakat.

Pola terakhir, memperkuat koordinasi antar perangkat daerah, mekanisme kedaruratan, dan penanggulangan bencana bersama pemangku kepentingan di daerah. Simulasi rencana kontinjensi juga harus dilakukan secara berkala.

"Langkah-langkah ini harus dipahami dan diimplementasikan oleh seluruh unsur pemerintah daerah dan masyarakat untuk meminimalkan dampak kerugian akibat bencana," ujar Prasinta.

Kegiatan Bulan PRB 2024 di Aceh berlangsung pada 8-10 Oktober, dengan serangkaian acara seperti Apel Kesiapsiagaan, Gelar Pasukan, Pameran Kebencanaan, dan berbagai kegiatan edukatif lainnya.

Sekretaris Utama BNPB Rustian, yang juga hadir dalam acara tersebut, berharap rangkaian kegiatan ini dapat meningkatkan kapasitas dan kesiapsiagaan masyarakat, khususnya dalam memperingati 20 tahun peristiwa tsunami Aceh.

Pameran Kebencanaan yang diadakan selama kegiatan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk BNPB, BPBD, pemerintah daerah, LSM, dan organisasi kerelawanan. Selain itu, BNPB juga menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan empat LSM, yakni PKBI, Rumah Zakat, Senkom Polri, dan Caritas Indonesia, untuk memperkuat sinergi dalam penanggulangan bencana.

Puncak acara PRB 2024 di Aceh akan ditutup dengan berbagai kegiatan, seperti lomba untuk siswa sekolah, penanaman vegetasi, ziarah ke kuburan massal korban tsunami Aceh 2004, dan acara Fun Run 5K bertema "Run for Resilience".

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement