Senin 07 Oct 2024 14:21 WIB

Ini Klarifikasi Mahkamah Agung Soal Hakim Mogok Kerja pada 7-11 Oktober 

Kawan-kawan Solidaritas Hakim Indonesia disebut gunakan hak cutinya.

Rep: Eva Rianti/ Red: Teguh Firmansyah
Mahkamah Agung
Foto: Republika
Mahkamah Agung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) mengklarifikasi kabar yang beredar bahwa para hakim melakukan aksi mogok kerja pada 7-11 Oktober 2024, sebagai bentuk protes atas tuntutan kenaikan gaji. MA menegaskan bahwa kabar tersebut tidaklah benar. 

 

Baca Juga

"Saya harus jelaskan bahwa tidak ada mogok massa, juga tidak ada cuti bersama," kata Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-Yudisial Suharto dalam agenda audiensi tentang pembahasan peningkatan kesejahteraan hakim bersama Komisi Yudisial, Kementerian Keuangan, dan Bappenas di Gedung MA, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2024). 

 

Suharto menjelaskan mengenai nomenklatur dari istilah mogok atau cuti bersama. Mogok, kata dia, berkaitan dengan tidak berjalannya operasional para hakim seperti biasanya. Sedangkan cuti bersama ialah cuti yang tanggal-tanggalnya sudah ditentukan oleh pemerintah, yang biasanya tanggal-tanggalnya diapit oleh dua hari atau tanggal libur.

"Kalau kawan-kawan SHI (Solidaritas Hakim Indonesia) bukan cuti bersama, mereka menggunakan hak cutinya secara berbarengan karena tanggalnya mereka yang pilih, jadi bukan cuti bersama, bukan pula mogok," terangnya.

"Cuti adalah hak mereka sepanjang diambil tidak mengganggu jalannya persidangan, enggak ada masalah," lanjutnya.

Terutama, kata Suharto, adalah hakim peradilan umum yang agendanya begitu padat. Lagipula, lanjutnya, ketua hakim pastinya mengedepankan berjalannya operasional hakim dibandingkan menyetujui cutinya jika beban kerja tengah banyak.

Sebelumnya diberitakan, Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia mengklaim ribuan hakim akan mengadakan gerakan cuti bersama atau mogok sidang pada 7 Oktober sampai dengan 11 Oktober 2024. Gerakan tersebut diklaim guna mendongkrak kesejahteraan hakim se-Indonesia.

Sebagian hakim bertolak ke Jakarta guna melakukan aksi simbolik sebagai bentuk protes terhadap kondisi kesejahteraan dan independensi hakim yang telah terabaikan selama 12 tahun. Yang mana berlandaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas yang Berada di Bawah Mahkamah Agung.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement