REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI menerima audiensi Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menyangkut aspirasi kesejahteraan hakim. Audiensi ini digelar di ruang rapat Komisi III DPR RI meski Komisi III periode 2024-2029 belum terbentuk.
Kegiatan ini dipimpin oleh tiga wakil ketua DPR yaitu Sufmi Dasco Ahmad, Adies Kadir, dan Cucun Ahmad Syamsurijal.
"Pertemuan pada hari ini adalah sebenarnya adalah merupakan tinggal menyimpulkan saja apa yang diminta? apa yang akan dapat dipenuhi dengan situasi dan kondisi pada saat ini," kata Dasco dalam audiensi itu di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa (8/10/2024).
Dasco mengakui pada saat ini belum ada pembagian komisi dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPR. Apalagi mereka baru saja dilantik pada 1 Oktober 2024.
"Aspirasi dari kawan-kawan diterima oleh para kawan-kawan dari mantan anggota Komisi III ini yang meminta kami pimpinan DPR, yang kebetulan juga mantan anggota Komisi III untuk menerima aspirasi dari saudara-saudara sekalian," ujar Dasco.
Dasco berharap harapan yang diutarakan SHI bisa direalisasikan. Dasco berharap pula naiknya kesejahteraan hakim sejalan dengan naiknya kinerja hakim.
"Kita berharap bahwa pemenuhan sebagian yang diminta juga akan berdampak pada kenaikan kinerja, tingkat kinerja para hakim," ujar Dasco.
Dasco juga menjanjikan aspirasi dari SHI selanjutnya bakal diteruskan kepada kementerian terkait.
"Kami tidak hanya mendengarkan aspirasi tapi kami juga segera mendorong hasil koordinasi-koordinasi yang dilakukan oleh DPR RI kepada kementerian-kementerian terkait," ujar petinggi Partai Gerindra itu.
Sebelumnya, Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia mengklaim ribuan hakim akan mengadakan gerakan cuti bersama atau mogok sidang pada 7 Oktober sampai dengan 11 Oktober 2024. Gerakan tersebut diklaim guna mendongkrak kesejahteraan hakim se-Indonesia yang tak pernah naik gaji selama 12 bulan terakhir. Sebagian hakim bakal bertolak ke Jakarta guna melakukan aksi simbolik sebagai bentuk protes terhadap kondisi kesejahteraan dan independensi hakim yang telah terabaikan selama 12 tahun.
Setidaknya ada tiga tuntutan yang mereka bawa yaitu:
1. Pengesahan RUU Jabatan Hakim, mengupayakan adanya landasan hukum yang kuat dan independen bagi profesi Hakim, yang diatur secara komprehensif melalui Undang-Undang Jabatan Hakim. Hal ini penting untuk menjamin kedudukan dan wibawa profesi hakim di mata hukum.
2. Pengesahan RUU Contempt of Court, mendorong pengesahan undang-undang yang mengatur perlindungan bagi hakim dari segala bentuk penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court). Peraturan ini sangat diperlukan untuk memastikan proses peradilan berjalan tanpa intervensi, ancaman, atau tekanan dari pihak mana pun.
3. Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Keamanan Hakim, mendesak diterbitkannya peraturan pemerintah yang menjamin keamanan hakim dalam menjalankan tugasnya, termasuk perlindungan fisik dan psikologis dari potensi ancaman atau serangan yang bisa terjadi selama atau setelah menjalankan tugas peradilan.