Jumat 04 Oct 2024 06:31 WIB

Dua Siswa Tewas Dihukum Guru, Kemendikbudristek Ungkap Tujuh Solusi

Kasus ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Tanah Air.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Hafil
Penganiayaan (Ilustrasi)
Penganiayaan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), buka suara soal hukuman oleh oknum guru terhadap murid di lingkungan sekolah hingga memicu peserta didik meninggal. Kasus ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Tanah Air. 

Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek Rusprita Putri Utama prihatin atas tindakan kekerasan yang masih terjadi di lingkungan sekolah. Hingga saat ini, Kemendikbudristek melakukan berbagai upaya dalam memperkuat implementasi pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah. Pertama, memperkuat implementasi Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) yang telah diluncurkan sejak 8 Agustus 2023.

Baca Juga

"Salah satu mandat dalam Permendikbudristek PPKSP yang terus kami dorong adalah pembentukkan Tim Pencegahan dan Penangan Kekerasan (TPPK) oleh sekolah dan Satgas PPKSP oleh pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk memastikan adanya respons cepat penanganan ketika terjadi kekerasan di satuan pendidikan," kata Prita kepada Republika, Kamis (3/10/2024).

Per 1 Oktober ini, tercatat 404.570 (93,63%) satuan pendidikan telah membentuk TPPK, pemda telah membentuk 27 (71.05%) satgas provinsi, dan 441 (85.79%) Satgas Kab/Kota.

Kedua, Kemendikbudristek mendorong kolaborasi dengan berbagai pihak dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan bebas dari kekerasan lewat Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara 5 Kementerian dan 3 Lembaga untuk Implementasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan. 

"Ini merupakan bentuk komitmen dan upaya kolaboratif dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, berkebinekaan, dan aman demi mendukung pembelajaran yang optimal dan mewujudkan generasi emas Indonesia yang cerdas dan berkarakter," ujar Prita. 

Prita menyebut Kemendikbudristek berkolaborasi pula dengan komunitas-komunitas pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam mengembangkan berbagai program serta modul dan pelatihan. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman guru, tenaga pendidik, dan siswa mengenai hak-hak anak, toleransi, serta pendekatan disiplin yang positif. 

"Pelatihan ini sudah dilaksanakan di berbagai daerah, dengan harapan bisa mengurangi kasus kekerasan secara signifikan," ujar Prita. 

Ketiga, Kemendikbudristek melanjutkan program pencegahan perundungan bernama Roots yang diusung sejak 2021 berkolaborasi dengan UNICEF. Program "Roots" ini menyasar satuan pendidikan tingkat SMP, SMA, dan SMK serta dirancang untuk memberikan pelatihan kepada para pendidik dan siswa mengenai cara mengidentifikasi, mencegah, dan menangani kekerasan di lingkungan pendidikan. 

Program ini sudah menjangkau 33.777 satuan pendidikan tersebar di 509 Kabupaten/Kota di 38 Provinsi dan telah mencetak 173.240 agen perubahan.

Survei situasi perundungan yang berlangsung melalui media U-Report dari UNICEF pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 42% peserta didik menyatakan program Roots memberikan perubahan positif bagi lingkungan sekolahnya. 

"Selain itu, 32% peserta didik merasa bahwa perundungan telah berkurang setelah adanya intervensi program Roots," ujar Prita. 

Keempat, Kemendikbudristek mendorong program penguatan karakter melalui Profil Pelajar Pancasila yang menekankan enam dimensi penting yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, serta kreatif. Program ini bertujuan membangun karakter siswa yang tangguh, memiliki empati, serta menghargai keberagaman, yang sangat relevan dalam mencegah perilaku kekerasan di sekolah. 

"Dengan memperkuat dimensi-dimensi ini, kami berharap siswa tidak hanya berkembang secara akademis tetapi juga secara emosional dan sosial," ujar Prita. 

Kelima, selama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tahun ajaran 2024/2025 pada Juli lalu, Kemendikbudristek juga secara khusus mengeluarkan panduan MPLS yang menyenangkan. Hal ini didasari surat edaran Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek untuk menguatkan budaya anti kekerasan di sekolah.

Keenam, Kemendikbudristek menguatkan kapasitas Satgas PPKSP dan TPPK. Berbagai modul PPKSP, pencegahan perundungan, pencegahan kekerasan seksual, pencegahan intoleransi, dan disiplin positif telah disediakan di Platform Merdeka Mengajar (PMM) yang sampai dengan saat ini kurang lebih 1 juta guru telah mengakses untuk belajar secara mandiri. 

Prita menyebut peningkatan kapasitas secara langsung sudah dilakukan melalui para agen dan fasilitator daerah semenjak tahun 2023 berdasarkan modul pencegahan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dengan melibatkan Dinas pendidikan, MKKS, UPT Kemendikbudristek, MKKS, KKKS, dan JMS di 3 regional wilayah Indonesia. Pada tahun 2024 ini selama September - November, Kemendikbudristek melakukan peningkatan kapasitas untuk modul penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dengan melibatkan UPT Kemendikbudristek, UPTD PPA, JMS, dan para guru penggerak.

"Ketujuh, menyediakan jalur pengaduan tindakan kekerasan di sekolah yang bisa dengan mudah diakses melalui Portal PPKSP dan menyiapkan layanan pendampingan penanganan kasus bagi korban kekerasan di sekolah," ujar Prita. 

Untuk diketahui, dua orang siswa dari sekolah berbeda tewas akibat aksi pendisiplinan yang dilakukan oleh oknum guru. Korban pertama bernama Rindu Syahputra Sinaga (14 tahun) siswa SMP Negeri 1 STM Hilir Deli Serdang, Sumatra Utara yang meninggal sepekan setelah disuruh squat jam 100 kali oleh gurunya. Sedangkan korban kedua berinisial KAF (13 tahun) dari MTs Blitar yang meninggal setelah dilempar kayu di bagian kepala oleh gurunya karena telat shalat dhuha. RizkySuryarandika. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement