REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memecat kadernya yang merupakan calon anggota legistlatif (caleg) DPR RI terpilih dari Dapil Banten I, Tia Rahmania. Padahal, Tia sempat mengikuti agenda Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan yang diadakan Lemhannas. Kegiatan itu diikuti anggota DPR RI terpilih periode 2024-2029.
Sehari setelah Tia mengkritik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terkait etika di acara Lemhannas, ia dipecat partainya. Alhasil, kursi di Senayan untuknya akan ditempati Bonnie Triyana. Tidak terima, Tia menggugat PDIP ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Pemecatan itu dilakukan lantaran Tia dianggap melakukan pelanggaran etik, yaitu melakukan pemindahan perolehan suara partai untuk kepentingan dirinya pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024. Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Banten Ali Faisal mengatakan, pihaknya menerima laporan dari PDIP terkait kasus itu pada 5 April 2024.
Laporan itu kemudian diregistrasi pada 22 April 2024. Adapun terlapor dalam laporan tersebut adalah Ti Rahmania, yang merupakan caleg DPR RI nomor urut 2 dari PDIP beserta 12 orang panitia pemiliham kecamatan (PPK) di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang.
"Kemudian Bawaslu Banten melakukan sidang Pemeriksaan Dugaan Pelanggaran Administratif dengan Putusan yang dibacakan pada Senin, 13 Mei 2024," kata Ali melalui keterangan tertulis ketika dikonfirmasi Republika.co.id di Jakarta, Jumat (27/9/2024).
Dalam sidang itu, Bawaslu menyatakan delapan orang PPK terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pebuatan yang melanggar tata cara, prosedur, dan mekanisme pada pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat kecamatan. Bawaslu menemukan adanya penggelembungan suara.
Di Dapil Lebak-Pandeglang, Tia menempati urutan teratas dengan 37.359 suara. Mantan dosen Universitas Paramadina itu mengungguli caleg PDIP nomor urut satu, Bonnie Triyana yang memperoleh 36.516 suara. Selisih sedikit itu membuat Bonnie melaporkan Tia ke internal PDIP dan Bawaslu Banten.
Menurut Ali, Tia dilaporkan terkait sejumlah pelanggaran. Termasuk melanggar tata cara, prosedur, dan mekanisme pada pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat kabupaten/kota.
Ali menyebutkan, delapan terlapor selain Tia adalah PPK Sajira, PPK Rangkasbitung, PPK Warunggunung, PPK Cihara, di Kabupaten Lebak, serta PPK Cimanggu, PPK Saketi, dan PPK Pandeglang, di Kabupaten Pandeglang. Mereka diberikan teguran untuk tidak mengulangi atau melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan perundang-undangan.
Ketua DPP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional DPP PDIP, Ronny Talapessy menjelaskan, kasus itu kemudian dilanjutkan di tingkat partai. Dia menyebutkan, Mahkamah PDIP melakukan sidang atas kasus tersebut pada 14 Agustus 2024. Dalam sidang itu, Mahkamah Partai memutus Tia terbukti melakukan penggelembungan suara dan melanggar kode etik dan disiplin partai.
Alhasil, pada 30 Agustus 2024, DPP PDIP mengirimkan surat beserta hasil persidangan ke KPU RI. Setelahnya, Mahkamah Etik/Badan Kehormatan PDIP menyidangkan perkara pelanggaran etik Tia atas pemindahan perolehan suara partai ke perolehan suara pribadi pada 3 September 2024. "Mahkamah Etik memutus Tia bersalah dan menjatuhkan hukuman pemberhentian," ujar Ronny.
DPP PDIP kemudian mengirimkan surat pemberhentian Tia Rahmania kepada KPU pada 13 September 2024. Alhasil, pada 23 September 2024, KPU merilis Keputusan KPU 1206/2024 tentang penetapan calon terpilih anggota DPR RI.
Kritik Ghufron...