REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegel empat lokasi pemanfaatan ruang laut yang terindikasi tak memiliki perizinan. Keempatnya terdiri dua resort di Pulau Maratua, Kalimantan Timur dan dua area reklamasi di Morowali, Sulawesi Tengah.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono mengatakan, pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang laut dan pulau-pulau terkecil menjadi perhatian serius instansinya. Karena itu, pihakny melakukan tindakan tegas demi menjaga keberlanjutan dan kedaulatan wilayah perairan Indonesia.
"Pulau Maratua yang menjadi salah satu gugusan pulau-pulau terluar di Tanah Air perlu perhatian khusus dari pemerintah. Untuk itu, KKP hadir mengamankan pulau-pulau terluar untuk menjaga kedaulatan dan jangan sampai pulau-pulau ini nantinya diakui oleh pihak asing, seperti halnya Pulau Sipadan dan Ligitan," ujar Pung dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (24/9/2024).
Pung menyampaikan, dua resort tersebut yaitu PT NMR dan PT MID diduga tidak memiliki tiga dokumen perizinan. Izin yang dimaksud, yaitu persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL), izin kegiatan wisata tirta lainnya tanpa perizinan berusaha, dan perizinan Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil.
Bahkan, sambung dia, salah satu resort di Pulau Bakungan menyambungkan satu pulau dengan pulau lainya menggunakan jembatan yang dikelola oleh PMA asal Jerman dan dikelola oleh WNA asal Swiss. Sedangkan PT MID yang ada di Pulau Maratua dikelola oleh PMA asal Malaysia.
"Kami sangat mendukung investasi terlebih di sektor pariwisata. Lantaran saat ini salah satu penyumbang devisa terbesar bagi Tanah Air. Namun Pulau Maratua jangan sampai ada investasi asing yang mengganggu integritas NKRI, mereka masuk dengan PMA dan mendirikan resort namun tidak berizin, lama-lama menguasai," ujar Pung.
"Itu yang harus diawasi. Sehingga penertiban tersebut dimaksudkan untuk tertib administrasi serta membangun iklim usaha di sektor kelautan dan perikanan dengan tetap menjaga kesehatan laut," ucap Pung menambahkan.
Sedangkan penyegelan dan penghentian sementara area reklamasi dilakukan pada dua perusahaan, yaitu PT RUJ dan PT JPS yang berada di Morowali. Kedua perusahaan terindikasi melanggar aturan pemanfaatan ruang laut. Setidaknya terdapat kegiatan pembangunan jeti seluas 1,27368 hektare dan 3,91193 hektare yang tidak dilengkapi dengan dokumen PKKPRL.
Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan PSDKP, Halid K Jusuf mendorong manajemen PT RUJ dan PT JPS untuk segera memenuhi persyaratan dasar PKKPRL yang dapat diajukan melalui sistem terpadu satu pintu (online single submission/OSS), dengan berkoordinasi ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah dan BPSPL Makassar.
"Kami setop aktivitas reklamasi tersebut untuk menghentikan pelanggaran dan memaksa perusahaan tersebut untuk memenuhi kewajibannya dengan mengurus PKKPRL dan Perizinan Berusaha serta berkoordinasi dengan pemda setempat," ucap Jusuf.
Kepala Pangkalan PSDKP Bitung, Kurniawan menjelaskan, pihaknya telah memperoleh laporan indikasi pelanggaran terkait adanya kegiatan reklamasi PT RUJ dan PT JPS. Dia pun mengerahkan Polsus PWP3K untuk melakukan pengumpulan bahan keterangan di lapangan sejak awal Juli 2024.
"Menurut pengakuan yang disampaikan pihak PT JPS area reklamasi seluas 3,91193 hektare tersebut dibangun untuk menunjang operasional fasilitas pelatihan keamanan. Sedangkan reklamasi pengembangan jeti PT RUJ seluas 1,27368 hektare diperuntukkan untuk menunjang kegiatan usaha pertambangan batuan," kata Kurniawan.