REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ibunda almarhumah Aulia Risma Lestari (ARL), Nuzmatun Malinah, akhirnya buka suara soal dugaan perundungan, termasuk pemerasan, yang dialami putrinya. ARL adalah mahasiswi PPDS Anestesia Universitas Diponegoro (Undip) yang diduga bunuh diri akibat mengalami perundungan oleh seniornya.
"Saya sebenarnya ingin menceritakan, tapi saya enggak sanggup untuk menceritakan," demikian kalimat pertama yang diucapkan Nuzmatun dengan suara bergetar dalam konferensi pers (konpers) yang digelar di PO Hotel, Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Rabu (18/9/2024) malam.
Dalam konpers tersebut, Nuzmatun didampingi kuasa hukumnya, Misyal Achmad. Tante dari ARL juga turut hadir menemani Nuzmatun. Kepada awak media, dengan sesekali terhenti karena tak kuasa menahan tangis, Nuzmatun menceritakan sepenggal demi sepenggal kejadian-kejadian yang dialami putrinya selama melaksanakan PPDS Anestesia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Kariadi.
Hal pertama yang diceritakan Nuzmatun adalah bagaimana ARL harus bekerja hampir 24 jam. Rutinitas seperti itu sudah harus dijalani ARL sejak melaksanakan PPDS Anestesia pada 2022.
"Sampai akhirnya, ketika dia pulang dari rumah sakit, bulan Agustus tahun 2022, karena saking ngantuknya, dia nyetir motor jatuh ke selokan," ucap Nuzmatun dengan suara terisak.
Pascakecelakaan, ARL sempat menjalani operasi sebanyak dua kali. Namun sejak insiden itu ARL kerap mengalami sakit di bagian kaki dan punggungnya. Namun dia tetap harus menjalani rutinitasnya seperti sebelumnya.
"Sudah sakit masih dibentak-bentak (senior) karena tugasnya lelet untuk bawa makanan, minuman, dari lantai satu ke lantai dua. Tidak boleh pakai troli, harus bawa sendiri," kata Nuzmatun.
Karena ARL kerap mengeluhkan situasinya, Nuzmatun akhirnya menghadap ketua Prodi Anestesia Undip. "Saya minta agar tidak ada perlakuan yang seperti itu (kepada ARL). Sama ketua prodi dijawabnya bahwa itu adalah untuk melatih mental," ucapnya.
Nuzmatun mengaku beberapa kali menghadap ketua Prodi Anestesia Undip untuk menyampaikan perlakuan-perlakuan terhadap ARL. Nuzmatun juga sempat menceritakan bagaimana ARL pernah dihukum berdiri selama satu jam oleh seniornya dalam kondisi kaki yang bengkak efek kecelakaan motor.
"Dijawab oleh ketua prodi, 'Saya dulu (berdiri selama) lima jam'. Bayangkan anak saya itu kakinya bengkak disuruh berdiri satu jam," ujar Nuzmatun.