Selasa 17 Sep 2024 17:09 WIB

Israel 'Resmi' Rencanakan Serangan Besar-Besaran ke Lebanon

Israel bakal melakukan operasi militer untuk mengembalikan warga ke utara.

Asap mengepul akibat rudal yang ditembakkan dari Lebanon selatan, di Kiryat Shmona, Israel utara, Sabtu (13/7/2024).
Foto: EPA-EFE/ATEF SAFADI
Asap mengepul akibat rudal yang ditembakkan dari Lebanon selatan, di Kiryat Shmona, Israel utara, Sabtu (13/7/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Pemerintah Israel menambah sasaran perang mereka untuk memulangkan puluhan ribu warga ke utara. Hal ini menjadikan serangan militer besar-besaran terhadap Hizbullah tak terelakkan.

Times of Israel melansir, kabinet keamanan telah memperbarui tujuan resminya dalam perang sejak Oktober lalu dengan memasukkan tujuan memungkinkan penduduk di utara untuk kembali dengan selamat ke rumah mereka, Kantor Perdana Menteri mengumumkan Selasa .

Baca Juga

“Kembalinya penduduk wilayah utara dengan selamat ke rumah mereka” kini telah ditambahkan sebagai tujuan keempat perang tersebut, kata PMO dalam sebuah pernyataan. “Israel akan terus bertindak untuk mencapai tujuan ini,” kata pernyataan itu setelah pertemuan kabinet keamanan larut Senin malam di Tel Aviv.

Sejak 8 Oktober 2023, Hizbullah telah melakukan serangan secara sporadis ke wilayah utara Israel. Serangan untuk menekan Israel agar menghentikan serangan ke Gaza itu membuat sekitar 60 ribu warga mengungsi.

Hingga saat ini, tujuan perang Israel yang diumumkan setelah serangan pejuang Palestina pada 7 Oktober, ada tiga. Diantaranya pemusnahan kemampuan militer dan pemerintahan kelompok pejuang Palestina, kembalinya semua sandera, dan memastikan bahwa Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel.

Mosi kabinet ini muncul lebih dari 11 bulan setelah puluhan ribu penduduk wilayah utara Israel mengungsi dari rumah mereka ketika Hizbullah mulai menyerang menyusul serangan Israel ke Gaza. Sebagian besar pengungsi menginap di hotel-hotel di wilayah lain di negara itu, yang dibiayai oleh negara.

Israel mengancam akan melancarkan operasi besar untuk mendorong Hizbullah ke utara, menjauh dari perbatasan. Perubahan tujuan perang terjadi ketika utusan khusus AS Amos Hochstein mengunjungi Israel dalam upaya mencapai solusi diplomatik dan menghindari eskalasi lebih lanjut.

Hizbullah mengatakan mereka akan berhenti menembak hanya setelah serangan Israel di Gaza berakhir, meskipun banyak warga Israel khawatir wilayah utara akan tetap berada di bawah ancaman selama pasukan kelompok tersebut dapat beroperasi di sepanjang perbatasan. Banyak pengungsi di wilayah utara mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan militer, karena percaya bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk membuat rumah mereka aman kembali.

Bertemu dengan Hochstein pada hari Senin, Menteri Pertahanan Yoav Gallant mengatakan bahwa hanya tindakan militer terhadap Hizbullah yang akan memungkinkan kembalinya warga Israel yang dievakuasi ke rumah mereka, ketika roket dan drone terus menghantam Israel utara.

“Kemungkinan untuk mencapai kesepakatan semakin kecil karena Hizbullah terus mengikatkan diri pada Hamas, dan menolak mengakhiri konflik,” kata Gallant, menurut pernyataan dari kantornya. “Oleh karena itu, satu-satunya cara yang tersisa untuk memastikan kembalinya komunitas utara Israel ke rumah mereka adalah melalui tindakan militer.”

Namun, Hochstein memperingatkan Gallant selama pertemuan mereka bahwa serangan besar-besaran Israel terhadap Hizbullah tidak akan membawa kembalinya penduduk utara yang dievakuasi ke rumah mereka. Sebaliknya, hal ini akan meningkatkan risiko perang regional yang berkepanjangan, kata sebuah sumber yang mengetahui masalah tersebut kepada wartawan.

Penambahan sasaran  ini terjadi di tengah laporan media Ibrani bahwa Israel sedang bersiap untuk operasi militer besar-besaran di Lebanon, meskipun bukan serangan habis-habisan. Meskipun demikian, masih ada kekhawatiran bahwa eskalasi konflik yang signifikan akan mendapat tanggapan keras dari kelompok yang didukung Iran, yang memiliki persenjataan roket artileri dalam jumlah besar. Iran dan negara-negara proksi lainnya juga dapat terlibat dalam perselisihan tersebut, sehingga memicu perang regional.

Serangkaian serangan roket dan drone dari Lebanon di bagian utara negara itu, sepanjang Senin, menyebabkan kerusakan dan kebakaran di area terbuka, namun tidak ada korban jiwa. IDF kemudian mengatakan pihaknya mengebom situs-situs Hizbullah di Lebanon selatan, menewaskan sedikitnya satu agen Hizbullah.

photo
Tentara Israel membawa peti mati sersan utama yang tewas akibat rudal Hizbullah saat pemakamannya di Mt Herzl di Yerusalem pada Selasa, 7 Mei 2024. - (AP Photo/Ohad Zwigenberg)

Sejauh ini, konflik di perbatasan Israel-Lebanon tersebut telah mengakibatkan 26 kematian warga sipil di pihak Israel, serta kematian 20 tentara dan cadangan IDF. Ada juga beberapa serangan dari Suriah, tanpa ada korban jiwa. Hizbullah telah menyebutkan 441 anggotanya yang dibunuh oleh Israel selama pertempuran yang sedang berlangsung, sebagian besar di Lebanon tetapi beberapa juga di Suriah. 78 anggota kelompok lainnya, seorang tentara Lebanon, dan puluhan warga sipil juga tewas.

Mohamad Elmasry, profesor di Institut Studi Pascasarjana Doha, mengatakan kepada Aljazirah bahwa meskipun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah lama berjanji untuk membuka front utara, Menteri Pertahanan Yoav Gallant sejauh ini bersikap hati-hati.

Namun, pernyataan Gallant pada Senin bahwa peluang untuk mencapai solusi diplomatik atas perselisihan dengan Hizbullah di Lebanon selatan sudah tertutup menandakan adanya perubahan. Pernyataan itu bersamaan dengan laporan media Israel bahwa Netanyahu sedang mencari pengganti Gallant.

“Gallant menanggapi dengan sangat serius [laporan] ini bahwa Netanyahu siap memecatnya,” kata Elmasry kepada Aljazirah, seraya menambahkan bahwa ancaman semacam itu mungkin “mempengaruhi pengambilan keputusannya” dan mengikis tekadnya untuk menentang intervensi militer di Lebanon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement