Ahad 15 Sep 2024 20:00 WIB

Ternyata Kian Banyak Warga China Belajar Bahasa Indonesia

Kisah Hendy ajarkan Bahasa Indonesia di Beijing yang berbuah manis.

Ilustrasi belajar Bahasa Indonesia.
Foto:

Apalagi bahasa, menurut Hendy, adalah sesuatu yang dinamis, penggunannya berkembang dari waktu dan ke waktu, sehingga perlu terus diperbaharui.

Awal mengajar

Sebagai orang asli Sleman, Hendy menghabiskan masa kecil dan bersekolah hingga jenjang master di Yogyakarta. Ia mendapatkan gelar sarjana dari jurusan Sastra Jawa Universitas Gadjah Mada (UGM) dan melanjutkan S-2 Linguistik di universitas yang sama. Hingga saat ini Hendy pun masih tercatat sebagai mahasiswa doktoral jurusan Linguistik UGM.

"Setelah lulus S-2 Linguistik di UGM pada 2013, saya sempat mengajar di Universitas Balikpapan sambil juga sebagai wartawan freelance di Balikpapan Post, tapi pada 2015 saya membaca lowongan ada kebutuhan pengajar Bahasa Indonesia di Beijing, jadi saya melamar," ungkap Hendy.

Di BFSU, setidaknya terdapat 101 mata kuliah bahasa, termasuk "bahasa-bahasa kecil", seperti bahasa Polandia, Bulgaria, Albania, Hongaria, Ceko, Swedia, Swahili, Yoruba, Zulu, Amharik, Kazakh, Uzbek, Khmer, Vietnam, Bengali, Sansekerta, Pali, Bahasa Indonesia, dan bahasa lainnya.

Hendy mengaku memang pernah belajar bahasa Mandarin secara privat saat masih di Indonesia, namun saat tiba di Beijing ia ikut kelas Bahasa Mandarin di BFSU secara mandiri hingga 2018. Karena ia memang penyuka bahasa, Hendy menyebut gemar mengutak-atik bahasa Mandarin untuk memperlancar kemampuannya.

Selain tantangan bahasa, Hendy juga mengalami gegar budaya, misalnya, sebagai Muslim, ia perlu melakukan penyesuaian termasuk soal makanan. Syukurnya, di BFSU tersedia kantin halal. Tempat tinggal pun masih berada di lingkungan kampus karena memang tersedia apartemen bagi dosen dan mahasiswa.

Perbedaan mendasar, kata Hendy, bisa jadi terlihat dalam tugas dosen. Bila di Indonesia tugas dosen tercermin dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat, sementara di China hanya ada pengajaran dan penelitian.

"Tugas utama di sini memang mengajar," kata pria yang sudah menikah dan memiliki satu anak itu.

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement