Senin 26 Aug 2024 19:51 WIB

Bawaslu Rilis Lima Provinsi Paling Rawan di Pilkada 2024, Jakarta tak Masuk Daftar

Bawaslu merilis pemetaan kerawanan pemilihan serentak 2024.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Mas Alamil Huda
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja saat memberikan keterangan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (26/8/2024).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja saat memberikan keterangan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (26/8/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) merilis pemetaan kerawanan pemilihan serentak 2024, Senin (26/8/2024). Dalam hasil rilis Bawaslu, terdapat lima provinsi yang masuk kategori kerawanan tinggi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, Pilkada 2024 ini akan dilaksanakan di 545 daerah dengan rincian, 38 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Dari total 38 provinsi yang melaksanakan pilkada serentak, ada 13 persen atau lima provinsi yang masuk kategori kerawanan tinggi pada tahapan pencalonan, kampanye, dan pungut hitung, Pilkada 2024.

Baca Juga

"Provinsi apa? Nusa Tenggara Timur, kemudian Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Timur, dan Sulawesi Tengah. Ini lima provinsi paling tinggi kerawanan di pilkada," kata Bagja di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin sore.

Sementara itu, sebanyak 28 provinsi atau 76 persen masuk kategori kerawanan sedang. Sedangkan, sebanyak empat provinsi atau 11 persen masuk kategori kerawanan rendah.

Selain itu, ia menyebutkan, berdasarkan pemetaan di tingkat kabupaten/kota, ada 16 persen atau 84 kabupaten kota yang masuk kategori kerawanan tinggi. Beberapa daerah di antaranya adalah Kabupaten Malang, Fakfak, Pinrang, Bangkalang, Bulukumba, Baubau, Manggarai Timur, hingga Kabupaten Berau.

Ia menambahkan, sebanyak 334 kabupaten/kota atau 66 persen masuk kategori kerawanan sedang. Sementara itu, terdapat 90 kabupaten/kota atau 18 persen yang masuk kategori kerawanan rendah.

Bagja menjelaskan, isu yang paling strategis dalam pemetaan kerawanan adalah netralitas aparatur pemerintah dan penyelenggara pemilu. Tak hanya itu, praktik politik uang juga dinilai menjadi salah satu isu yang masih berpotensi terjadi pada Pilkada 2024.

"Kemudian polarisasi masyarakat dan dukungan publik. Kita akan lihat nanti pada saat pencalonan, pengerahan massa pada saat pencalonan. Teman-teman KPU sudah mewati-wati teman-teman partai politik agar membatasi masa yang akan datang ke kantor KPU," kata Bagja.

Ia juga menyoroti kemungkinan terjadinya intimidasi dan ancaman kepada penyelenggara pemilu, penyelenggara pilkada, ataupun kepada tim, ataupun kepada pendukung yang lain. Menurut dia, hal itu merupakan salah satu potensi kerawanan yang dapat terjadi di Pilkada 2024.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement