Sabtu 17 Aug 2024 17:27 WIB

Proklamasi RI, Ketegasan Sukarno, dan Kedisiplinan Bung Hatta

Inilah suasana Proklamasi RI pada 79 tahun silam.

Sukarno berdoa setelah membacakan teks proklamasi sebagai tanda Indonesia sudah merdeka.
Foto: IST
Sukarno berdoa setelah membacakan teks proklamasi sebagai tanda Indonesia sudah merdeka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah menandatangani teks Proklamasi Republik Indonesia di kediaman Laksamana Maeda pada 17 Agustus 1945 pukul 04.00 pagi, Ir Sukarno kembali ke kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur 56. Kemudian, cepat-cepat Bung Karno menyantap hidangan sahur.

Ia sudah dua hari tidak tidur karena sehari sebelumnya sehabis sahur orator ulung itu dan istrinya, Ibu Fatmawati, beserta Guntur yang masih bayi, diculik para pemuda. Anak-anak muda revolusioner ini juga menculik Mohammad Hatta. Para tokoh bangsa dibawa ke Rengasdenglok, dekat Karawang.

Baca Juga

Mereka diangkut dengan sebuah mobil Fiat buatan Italia yang kala itu mendominasi angkutan di Jakarta. Mobil produksi Jepang belum ada satu pun yang nongol di sini. Saat mendekati tujuan, mereka berganti kendaraan dengan truk.

Setelah Subuh tanggal 17 Agustus 1945, sudah tersiar kabar bahwa Bung Karno akan mengumumkan kemerdekaan. Rupanya, para pemuda yang hadir di rumah Laksamana Maeda banyak yang tidak tidur semalaman. Mereka menyebarkan selebaran keliling kota mengenai kemerdekaan yang akan diproklamasikan tokoh tersebut.

Tidak heran kala hari gelap, kediaman Bung Karno sudah banyak didatangi berbagai lapisan masyarakat, seperti petani, pedagang kelontong, nelayan, pegawai negeri, tua, dan muda. Mereka datang berbondong-bondong membawa bambu runcing, batu, sekop, tongkat, parang, golok, atau apa saja yang dapat mereka bawa. Itu menunjukkan tekad berani mati demi mempertahankan kemerdekaan.

"Jam 07.00 sekitar 100 orang atau lebih berkumpul di muka jendelaku," tutur Bung Karno dalam biografinya yang ditulis pengarang wanita AS, Cindy Adams. "Pada pukul 09.00 kira-kira 500 orang berdiri di depan beranda rumahku. Fatmawati yang duduk di atas tempat tidurku selagi aku terbaring (Bung Karno kala itu tengah sakit deman-red), membangunkanku. Mukaku pucat dan gemeter. Aku hanya tertidur beberapa menit,'' tuturnya.

Meskipun telah disepakati proklamasi dibacakan pukul 10.00 pagi, rupanya rakyat tidak sabar.

"Sekarang, Bung. Sekarang! Nyatakanlah sekarang! Nyatakanlah sekarang!" teriak mereka.

Kemudian, orang-orang mengingatkan bahwa matahari sudah mulai meninggi dan panas. Ketidaksabaran rakyat ini karena ketika itu tentara Jepang masih berkuasa dengan persenjataan amat lengkap.

Mereka khawatir, balatentara Dai Nippon akan menghalang-halangi proklamasi kemerdekaan RI.

Ketika menghadapi desakan massa rakyat, Bung Karno yang masih dalam keadaan deman menyatakan: '"atta tidak ada. Saya tidak mau mengucapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada."

Menurut Bung Karno, sekalipun kala itu dia dapat memproklamirkan kemerdekaan seorang diri, ia memerlukan Bung Hatta sebagai pendamping. "Karena aku orang Jawa dan dia orang Sumatra. Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatra."

Ternyata sejak dulu, Bung Karno ...

sumber : Nostalgia Abah Alwi
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement