Sabtu 17 Aug 2024 13:44 WIB

Kisah Proklamasi Indonesia 1942 di Gorontalo (Bagian I)

Pembacaan teks Proklamasi Indonesia ini tiga tahun lebih awal daripada 17/8/1945.

Monumen Tilongolo Nani Wartabone, Kota Gorontalo, Gorontalo. Bangunan ini didirikan untuk mengenang Hari Patriotik 23 Januari 1942.
Foto: DOK ANTARA Adiwinata Solihin
Monumen Tilongolo Nani Wartabone, Kota Gorontalo, Gorontalo. Bangunan ini didirikan untuk mengenang Hari Patriotik 23 Januari 1942.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Walau berumur singkat, Proklamasi Indonesia pernah terjadi tiga tahun sebelum Sukarno-Hatta melakukannya di Jakarta. Tepatnya pada 23 Januari 1942, masyarakat Gorontalo menjadi saksi peristiwa yang bersejarah itu.

Pada Jumat tanggal 23 Januari 1942 M atau 6 Muharram 1361 H, pemimpin dan rakyat Gorontalo mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Proklamasi itu dibacakan tiga tahun lebih awal daripada Proklamasi Kemerdekaan RI yang teksnya ditandatangani Sukarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Baca Juga

Saat hari itu, khalayak ramai berkerumun di lapangan Kantor Kabupaten (Afdeling) Gorontalo. Sumber lain menyebutkan lokasinya adalah halaman Kantor Pos Gorontalo. Mereka menyaksikan momen bersejarah tersebut.

Yang bertindak sebagai pembaca teks Proklamasi RI 1942 adalah Nani Wartabone. Ia didampingi para rekan seperjuangannya, terutama RM Koesno Danoepojo. Oleh masyarakat lokal, keduanya disebut sebagai “Dwi Tunggal dari Tanah Sulawesi.”

Seperti dikutip dari buku Abad Besar Gorontalo, isi teks yang dibacakan itu adalah sebagai berikut. “Pada hari ini tanggal 23 Januari 1942, kita, bangsa Indonesia yang berada di sini, sudah merdeka, bebas lepas dari penjajahan bangsa mana pun juga. Bendera kita Merah Putih. Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya. Pemerintahan Belanda sudah diambil alih oleh Pemerintah Nasional. Mari kita menjaga keamanan dan ketertiban.”

Walaupun singkat, pembacaan teks Proklamasi RI 1942 itu amatlah bermakna. Sebab, kejadian tersebut menandakan besarnya spirit nasionalisme rakyat Gorontalo. Aspirasi mereka bukanlah untuk menjadi berdaulat atau mendirikan negara sendiri. Bukan pula menjadi bagian dari kekuatan luar, semisal Kekaisaran Jepang—yang berhasil mendepak Belanda dari Tanah Air sejak Maret 1942. Yang mereka inginkan adalah tegaknya Republik Indonesia, yang di dalamnya termasuk Gorontalo.

Kini, peristiwa itu dikenang sebagai Hari Patriotik 23 Januari. Barangkali, momen itu kerap luput dari perhatian masyarakat umum. Bagaimanapun, khususnya bagi orang Gorontalo, ini menandakan besarnya kecintaan mereka pada Tanah Air.

Gorontalo, tempat nasionalisme tumbuh ...

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement