Selasa 30 Jul 2024 08:08 WIB

PM dan Tentara IDF Baku Hantam di Kamp Paling Brutal Israel

Kericuhan dipicu penangkapan tentara Israel yang menganiaya tahanan dari Gaza.

Tentara IDF membawa warga Palestina dari Jalur Gaza untuk dimasukkan ke kamp tahanan.
Foto: IDF/X
Tentara IDF membawa warga Palestina dari Jalur Gaza untuk dimasukkan ke kamp tahanan.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Kericuhan terjadi antara polisi militer Israel dan sejumlah tentara pasukan penjajahan Israel di kamp tahanan Sde Teiman di Gurun Negev, wilayah yang diduduki Israel, Senin (39/7/2024). Para polisi hendak menangkap tentara yang melakukan penganiayaan sadis terhadap para tahanan Palestina.

Insiden itu menyusul investigasi yang dilakukan militer Israel terhadap dugaan pelecehan terhadap seorang tahanan Palestina di kamp penahanan militer yang terkenal kejam tersebut. Oleh para pegiat HAM, kamp itu disebut lebih brutal ketimbang Guantanamo dan Abu Ghraib, kamp tahanan AS yang terkenal. 

Baca Juga

BACA JUGA: Doa Rasulullah SAW Agar Jadi Manusia yang Bercahaya

Militer Israel mengatakan pada Senin bahwa kantor advokat jenderalnya memerintahkan penyelidikan “menyusul dugaan pelecehan substansial terhadap seorang tahanan” di fasilitas Sde Teiman, yang menampung tahanan Palestina, termasuk anggota pasukan elit Nukhba Hamas yang terlibat dalam serangan 7 Oktober. 

Radio tentara Israel mengatakan polisi militer tiba di Sde Teiman sebagai bagian dari penyelidikan mereka terhadap 10 tentara cadangan IDF yang dicurigai melakukan pelecehan berat terhadap tahanan. Middle East Eye melansir, salah satu bentuk pelecehan itu adalah pemerkosaan dengan benda tumpul yang menyebabkan tahanan meninggal.

Dugaan pelecehan itu terjadi tiga minggu lalu, tambah mereka. Tahanan tersebut ditemukan “dalam kondisi yang sangat serius”, sehingga memerlukan evakuasi ke rumah sakit terdekat tempat dia menjalani operasi. Sembilan tentara ditahan, dituduh melakukan “penganiayaan serius terhadap seorang tahanan”, menurut radio tentara Israel. Sementara tentara ke-10 diperkirakan akan ditangkap kemudian karena dia tidak berada di pangkalan ketika polisi tiba. 

Operasi penangkapan terrsebut memicu konfrontasi penuh kemarahan antara polisi militer dan tentara IDF di Sde Teiman, yang terekam dalam video oleh seorang reporter dari lembaga penyiaran publik Israel, Kann News. Penahanan tersebut juga memicu kecaman dari anggota sayap kanan Israel, termasuk koalisi anggota parlemen sayap kanan ekstrem dan pendukung mereka yang berusaha menyerbu pangkalan militer sebagai bentuk protes. Pada Senin malam, pengunjuk rasa juga menargetkan pangkalan kedua tempat para tentara diinterogasi, dan konfrontasi dengan kekerasan terus berlanjut hingga malam hari. Upaya penangkapan juga memicu serbuan pemukim ilegal ke kamp tahanan. Mereka mendesak semua tahanan dari Gaza dibunuh.

Sebuah laporan baru-baru ini yang diterbitkan oleh badan urusan Palestina PBB, UNRWA, merinci pelecehan yang luas di Sde Teiman, di mana para tahanan “menjadi sasaran pemukulan sambil disuruh berbaring di kasur tipis di atas puing-puing selama berjam-jam tanpa makanan, air atau akses ke toilet dengan kaki dan tangan terikat dengan ikatan plastik”. 

Para tahanan termasuk anak-anak “dilaporkan dipaksa masuk ke dalam kandang dan diserang oleh anjing”, kata mereka, sementara yang lain mengalami luka parah akibat pemukulan, termasuk dengan batang logam. 

Para tahanan juga menggambarkan pelecehan yang mencakup “penghinaan dan penghinaan seperti dibuat bertindak seperti binatang atau dikencingi, penggunaan musik keras dan kebisingan, perampasan air, makanan, tidur dan toilet, penolakan hak untuk shalat dan penggunaan alat-alat ibadah dalam waktu lama. Sedangkan borgol yang terkunci rapat menyebabkan luka terbuka dan luka gesekan”, kata laporan itu.

PBB mengatakan pada bulan Juni bahwa sekitar 27 tahanan meninggal dalam tahanan di pangkalan militer Israel, termasuk Sde Teiman, sementara setidaknya empat lainnya meninggal di sistem penjara Israel karena pemukulan atau penolakan perawatan medis. 

The Guardian melansir, Natan Sachs, kepala pusat kebijakan Timur Tengah di Brookings Institution di Washington, menyebut protes tersebut “sebuah tanda dari masa yang sangat, sangat sulit”. “Saya sangat khawatir dengan ketegangan yang terjadi di masyarakat,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement