REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Ratusan ekstremis Israel dari gerakan sayap kanan menyerbu kamp penahanan di pangkalan militer Sde Teiman di gurun Negev, tempat tentara dan dinas keamanan Israel menahan tahanan dari Jalur Gaza sejak awal perang. Hal ini terjadi setelah polisi militer menangkap sembilan tentara cadangan untuk menyelidiki mereka atas dugaan pelecehan seksual, penyiksaan dan penganiayaan terhadap tahanan. Apa yang terjadi di kamp paling brutal Israel tersebut.
Sejumlah tahanan yang dibebaskan bersaksi atas kekejaman tentara Israel di kamp tersebut. Sementara lembaga pegiat HAM menyatakan bahwa kondisi di kamp itu jauh lebih sadis dari yang terungkap di penjara Guantanamo milik AS.
Pusat penahanan ini, yang kemudian dikenal sebagai "Guantanamo Israel", terletak di dalam pangkalan militer Sde Teiman di Komando Selatan tentara Israel. Kamp itu dibuka kembali seiring dimulainya agresi ke Gaza pada 7 Oktober 2023, untuk menahan warga Palestina yang ditangkap dari Jalur Gaza dan para pejuang Palestina.
Menurut Aljazirah Arabia, pangkalan militer tersebut, didirikan pada awal 1940-an selama masa Mandat Inggris dan terletak sekitar 10 kilometer barat laut Beersheba, juga mencakup markas alternatif untuk Direktorat Koordinasi dan Penghubung Gaza, yang seharusnya beroperasi dalam situasi darurat di Gaza. Ia juga berfungsi sebagai fasilitas penahanan yang juga digunakan selama operasi militer sebelumnya di Gaza.
Selama Pertempuran Al-Furqan, yang dikenal di Israel sebagai “Cast Lead” pada 2008, dan selama Pertempuran Al-Bunyan Al-Marsous, yang dikenal di Israel sebagai “Protective Edge” pada 2014, tentara Israel menahan ratusan tahanan dari Gaza. Setelah Intifada al-Aqsa belakangan, sekitar 1.500 warga Gaza ditahan, berdasarkan perintah militer yang dikeluarkan oleh Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Fasilitas penahanan didirikan di dalam pangkalan militer, sehingga pengawasan terhadap para tahanan akan dilakukan oleh tentara dan dinas keamanan Israel, Dinas Penjara Israel memiliki wewenang apa pun atas mereka. Hal ini untuk menyembunyikan tindakan yang diterapkan terhadap para tahanan.
Dengan dimulainya perang di Gaza, Gallant mengeluarkan perintah menjadikan pangkalan itu sebagai tempat penahanan dan penahanan administratif. Lima fasilitas didirikan di kamp yang berisi kandang besi dan barak untuk menahan mereka yang ditangkap dari Gaza. Lima tenda juga didirikan dan dianggap sebagai rumah sakit lapangan untuk merawat para tahanan yang terluka.
Perintah Galant tersebut berdasarkan “Undang-Undang Kombatan yang Melanggar Hukum,” yang memungkinkan Kepala Staf IDF memerintahkan penahanan administratif secara luas tanpa hak untuk mengajukan banding atau perwakilan hukum. Knesset, alias parlemen Israel), pekan ini menyetujui perpanjangan undang-undang tersebut hingga 30 November 2024.
Polisi militer menggerebek kamp penahanan Sde Teiman dan menangkap sembilan tentara cadangan karena dicurigai melakukan pelecehan seksual dan pelecehan serius terhadap seorang tahanan Palestina. Di antara mereka yang ditangkap adalah seorang mayor, komandan unit militer Israel yang menjaga tahanan di fasilitas tersebut.
Tahanan lainnya juga merupakan anggota pasukan ini, yang dibentuk kembali pada awal perang di Gaza untuk menjaga tahanan Gaza. Bukti yang diperoleh surat kabar Israel Haaretz menunjukkan bahwa tentara dari unit tersebut terlibat dalam beberapa insiden kekerasan dalam beberapa bulan terakhir.
Misalnya, seorang tentara yang bertugas di Sde Teiman mengatakan bahwa anggota unit tersebut melakukan kekerasan terhadap tahanan selama penggeledahan. "Sekali waktu mereka meminta semua orang untuk berbaring di tanah, dan segera melemparkan granat kejut ke arah mereka, dan kemudian menendang mereka dengan keras."