REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris pada hari Kamis mengatakan dia mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk segera mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas. Kandidat calon presiden terkuat dari Partai Demokrat itu juga menyoroti penderitaan di Jalur Gaza akibat serangan Israel dalam pertemuan pada Kamis (25/7/2024) waktu AS.
“Apa yang terjadi di Gaza selama sembilan bulan terakhir sungguh menyedihkan. Gambaran anak-anak yang meninggal dan orang-orang yang putus asa dan kelaparan yang melarikan diri demi keselamatan, terkadang mengungsi untuk kedua, ketiga, atau keempat kalinya,” kata Harris selepas pertemuan dengan Netanyahu kemarin. “Kita tidak bisa mengabaikan tragedi ini. Kita tidak bisa membiarkan diri kita mati rasa terhadap penderitaan ini. Dan saya tidak akan diam,” ujarnya dilansir the Associated Press.
Harris mengatakan dia melakukan percakapan yang “terus terang dan konstruktif” dengan Netanyahu di mana dia menegaskan hak Israel untuk membela diri tetapi juga menyatakan keprihatinan mendalam tentang tingginya angka kematian di Gaza selama sembilan bulan perang dan situasi kemanusiaan yang “mengerikan” di sana.
Amerika Serikat sedianya punya banyak kesempatan mendesak Israel menghentikan agresi ke Gaza saat korban jiwa tak sebanyak sekarang. Namun, negara itu memveto tiga resolusi gencatatan senjata di Dewan keamanan PBB, memberikan lampu hijau bagi Israel untuk meneruskan genosida di Gaza.
Desakan Harris juga muncul di tengah sorotan atas peran AS dalam genosida di Gaza. The New York Times melaporkan pada Kamis, mengutip data dari analisis yang diterbitkan oleh Institut Yahudi untuk Keamanan Nasional Amerika, bahwa AS telah mengirimkan persenjataan dalam jumlah besar kepada Israel sejak 7 Oktober.
Pengiriman tersebut mencakup lebih dari 20.000 bom terarah, sekitar 2.600 bom terpandu, dan 3.000 rudal presisi. AS juga menyediakan pesawat, amunisi, dan sistem pertahanan udara. Banyak dari transfer ini dirahasiakan atau sebagian dirahasiakan, catat laporan tersebut.
Sebuah analisis yang dilakukan oleh Yayasan Pertahanan Demokrasi pada musim semi menemukan bahwa senjata yang dipasok hingga bulan Maret merupakan “senjata dalam jumlah besar dan beragam,” yang sangat penting dalam mendukung aparat keamanan “Israel”.
Harris mengulangi pesan lama Presiden Joe Biden bahwa sudah waktunya untuk mengakhiri perang brutal di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 39.000 warga Palestina. Namun dia menyampaikan nada yang lebih tegas mengenai urgensi momen tersebut hanya satu hari setelah Netanyahu memberikan pidato berapi-api di depan Kongres di mana dia membela perang tersebut, bersumpah “kemenangan total” melawan Hamas dan hanya sedikit menyebutkan perundingan gencatan senjata.
“Ada harapan dalam perundingan untuk mencapai kesepakatan mengenai gencatan senjata,” kata Harris kepada wartawan tak lama setelah pertemuan dengan Netanyahu. “Dan seperti yang baru saja saya katakan kepada Perdana Menteri Netanyahu, inilah saatnya untuk menyelesaikan kesepakatan ini.”
Netanyahu bertemu secara terpisah pada hari sebelumnya dengan Biden, yang juga menyerukan Israel dan Hamas untuk mencapai kesepakatan mengenai kesepakatan tiga fase yang didukung AS untuk memulangkan sandera yang tersisa dan melakukan gencatan senjata yang diperpanjang.
Harris mengatakan setelah pertemuannya dengan Netanyahu bahwa perang Israel di Gaza lebih rumit daripada sekadar mendukung satu pihak atau pihak lain. “Terlalu sering, percakapannya bersifat pertentangan satu sama lain padahal kenyataannya tidak demikian,” kata Harris. Harris juga mengutuk kebrutalan Hamas.