Sabtu 02 Nov 2024 15:52 WIB

Serangan Israel Sejak Jumat Tewaskan 50 Anak di Gaza

Kondisi di utara dan tengah Gaza dlaporkan sangat mengerikan akibat serangan Israel.

Warga Palestina berduka atas kematian kerabat mereka akibat pemboman Israel di Jalur Gaza di rumah sakit di Deir al-Balah, Selasa, 29 Oktober 2024.
Foto: PA-EFE/MOHAMMED SABER
Warga Palestina berduka atas kematian kerabat mereka akibat pemboman Israel di Jalur Gaza di rumah sakit di Deir al-Balah, Selasa, 29 Oktober 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Pasukan penjajahan Israel masih terus melakukan bombardir di bagian utara dan tengah Jalur Gaza. Serangan brutal ini telah berlangsung selama sebulan, menewaskan ratusan orang dan membuat wilayah tersebut hancur lebur.

Pada Jumat, Aljazirah melaporkan bahwa lebih dari 50 anak syahid akibat serangan Israel terhadap dua bangunan tempat tinggal di Gaza utara. Kantor Media Pemerintah Palestina menambahkan bahwa dua gedung bertingkat itu menampung sedikitnya 170 orang ketika menjadi sasaran. Kantor media tidak merinci lokasi bangunan tersebut namun mengatakan bahwa bangunan tersebut milik keluarga Shalayel dan al-Ghandour.

Baca Juga

Dikatakan bahwa 84 orang syahid dalam apa yang digambarkan sebagai “pembantaian” tersebut, Tidak ada kru pertahanan sipil, layanan medis atau layanan bantuan lainnya yang tersedia di daerah tersebut di tengah pengepungan Israel dan pemboman yang terus berlanjut.

Sedangkan kantor berita WAFA melansir, pada Jumat malam, pemboman Israel terhadap kota Jabalia di Jalur Gaza utara dan kamp pengungsi Nuseirat di tengah Jalur Gaza menewaskan beberapa warga Palestina dan melukai lainnya, menurut sumber lokal.

Mereka mengatakan bahwa jet tempur Israel menargetkan Sekolah al-Rafi'i, sebuah sekolah yang berubah menjadi tempat penampungan, di Jabalia, menewaskan sejumlah warga sipil. Sementara itu, artileri Israel menyerang utara Nuseirat dan sebuah rumah milik keluarga Samman di Jabalia, mengakibatkan lima korban jiwa.

Sejumlah warga syahid dan terluka sejak subuh akibat pemboman pendudukan Israel di Kota Gaza dan Jalur Gaza tengah. Sumber-sumber medis melaporkan bahwa tiga warga syahid dalam pemboman pendudukan di lingkungan Saftawi di barat laut Kota Gaza.

Sumber yang sama menambahkan bahwa lima orang juga syahid dan lainnya terluka dalam pemboman pendudukan terhadap sebuah rumah di kamp Nuseirat di Jalur Gaza tengah.

Sejak tadi malam, pendudukan terus meledakkan bangunan tempat tinggal di utara kamp Nuseirat. Pasukan pendudukan melanjutkan agresi mereka di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan terbunuhnya lebih dari 43 ribu warga dan melukai sekitar 102 ribu lainnya, yang mayoritas adalah anak-anak dan perempuan.

Israel mulai melakukan serangan ke utara Gaza dengan dalih memerangi pejuang Palestina yang kembali aktif di wilayah itu sejak sebulan lalu. Namun banyak pihak, termasuk sekutu Israel menduga serangan-serangan itu adalah bagian dari Rencana Jenderal untuk mengosongkan utara Gaza. 

Dalam skema pengusiran brutal itu, warga Gaza utara yang menolak mengungsi akan dihabisi. Sejauh ini, sekitar 400 ribu warga Gaza masih di utara. Selain terancam serangan terus-menerus, badan PBB melansir bahwa mereka terancam mati kelaparan atau sakit karena bantuan kemanusiaan sama sekali tak bisa masuk dan semua rumah sakit hancur.

Belakangan, operasi di utara Gaza itu bergerak ke tengah di kamp pengungsi Nuseirat. Aljazirah melaporkan ada peningkatan yang sangat jelas dalam serangan artileri bersamaan dengan pemboman udara oleh jet tempur Israel,juga drone yang terus mengejar warga sipil.

Ada banyak bangunan tempat tinggal yang dipenuhi warga sipil yang menjadi sasaran. Orang-orang di kamp pengungsi Nuseirat yang menyaksikan pemboman berusaha mencari perlindungan di kota-kota lain, termasuk di Deir el-Balah dan Maghazi. Namun militer Israel menyerang warga sipil di daerah tersebut dengan drone quadcopter dan pasukan darat mereka.

Louise Wateridge, petugas darurat senior di badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di Nuseirat menggambarkan kengerian di wilayah itu kepada Aljazirah. “Bagaimana lembaga kemanusiaan bisa menyalurkan bantuan dari perbatasan ke orang-orang yang membutuhkan ketika terjadi penembakan? Ketika ada serangan udara. Ketika ada drone, ketika ada tembakan dari angkatan laut. Hal itulah yang kami alami selama 24 jam terakhir, dan hal ini membuat respons kemanusiaan di sini benar-benar mustahil dilakukan,” kata Wateridge.

Menurutnya, kondisi di bagian tengah dan utara Gaza belakangan benar-benar menakutkan. Sejak bertugas di Gaza pada April lalu, ia belum pernah menyaksikan kengerian seperti yang digambarkan di utara Gaza. “Pemboman yang terus-menerus ini, sungguh menakutkan. Anda dapat mendengar anak-anak menangis. Orang-orang berteriak. Orang-orang berlari untuk hidup mereka. Dan itu sudah nonstop selama 24 jam. Tidak ada tempat untuk pergi. Orang-orang terjebak.”

Ia menegaskan, saat ini tak ada tempat yang aman di Gaza. Sementara wilayah itu terkepung blokade Israel dan Mesir sehingga warga Gaza tak bisa mengungsi ke luar. “Sama sekali tidak ada tempat bagi orang untuk pergi. Mereka melarikan diri dari satu tempat ke tempat lain dan dibom kemanapun mereka pergi. Ini menakutkan.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement