Selasa 23 Jul 2024 08:03 WIB

Bukan Negara Arab, Justru Cina Satukan Faksi Palestina

Faksi-faksi Palestina dilaporkan menyepakati pemerintahan bersatu.

Poster pembebasan Palestina saat aksi pro-Palestina di New York, AS. Faksi Palestina menyepakati pemerintahan bersatu.
Foto:

Pekan lalu, Hamas menyarankan selama perundingan gencatan senjata bahwa pemerintahan independen yang terdiri dari tokoh-tokoh nonpartisan akan memerintah Gaza pascaperang dan Tepi Barat yang diduduki Israel, kata seorang anggota biro politik gerakan Islam Palestina.

“Kami mengusulkan agar pemerintah kompetensi nasional non-partisan mengelola Gaza dan Tepi Barat setelah perang,” kata pejabat Hamas Hossam Badran dalam sebuah pernyataan tentang negosiasi yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas dengan mediasi dari Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat.

“Pemerintahan Gaza setelah perang adalah urusan internal Palestina tanpa campur tangan pihak luar, dan kami tidak akan membahas sehari setelah perang di Gaza dengan pihak eksternal mana pun,” tambah Badran.

Seorang pejabat Hamas mengatakan kepada AFP bahwa proposal pembentukan pemerintahan nonpartisan dibuat “dengan para mediator.” Pemerintah akan “menangani urusan Jalur Gaza dan Tepi Barat pada tahap awal setelah perang, membuka jalan bagi pemilihan umum” kata pejabat tersebut, yang tidak ingin namanya diungkapkan.

Sementara kantor berita WAFA melansir, Sekretaris Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina Hussein Al-Sheikh berdiskusi dengan utusan khusus Menteri Luar Negeri Rusia untuk Timur Tengah, Vladimir Safronkov, mengenai perkembangan terkini dalam upaya menghentikan agresi dahsyat dan memburuknya bencana kemanusiaan di Jalur Gaza.

Dalam pertemuan tersebut, yang dihadiri oleh juru bicara resmi kepresidenan, Nabil Abu Rudeina, dan perwakilan Rusia untuk Palestina, Duta Besar Gocha Boachidze, kedua belah pihak membahas eskalasi Israel di Tepi Barat, yang terbaru adalah keputusan Knesset baru-baru ini untuk menolak pembentukan negara Palestina, yang memicu lebih banyak kekerasan dan ketidakstabilan di wilayah tersebut.

Kedua pihak menekankan bahwa solusi dua negara sesuai dengan legitimasi internasional dan hukum internasional merupakan pilihan strategis yang harus diupayakan untuk dicapai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement