Jumat 19 Jul 2024 02:06 WIB

Rektor PTS di LLDIKTI III Tanda tangani Pakta Integritas Anti Kekerasan Seksual

Pelecehan seksual bisa mempengaruhi kepercayaan ke komunitas akademik

Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III menggelar Konsinyasi Pimpinan Perguruan Tinggi Satgas PPKS Menuju Kampus Zero dari Kekerasan Seksual. Acara ini berlangsung di Auditorium Gd. Tower Lantai 7, Universitas Mercu Buana, pada Rabu (17/7/2024).
Foto: dok istimewa
Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III menggelar Konsinyasi Pimpinan Perguruan Tinggi Satgas PPKS Menuju Kampus Zero dari Kekerasan Seksual. Acara ini berlangsung di Auditorium Gd. Tower Lantai 7, Universitas Mercu Buana, pada Rabu (17/7/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah perguruan tinggi swasta (PTS) tergabung di lingkungan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Wilayah III menandatangani pakta integritas anti kekerasan sosial sebagai bentuk komitmen menciptakan suasana kampus yang nyaman dan aman bagi seluruh warganya.

“Ini bentuk komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman, nyaman, dan bebas dari segala bentuk kekerasan seksual,” kata Rektor Universitas Mercu Buana Andi Adriansyah dalam keterangan di Jakarta, Kamis (18/7/2024).

Baca Juga

Ia mengatakan dalam acara yang berlangsung di universitasnya pada Rabu (17/7), 196 pemimpin PTS di lingkungan LL Dikti Wilayah III hadir secara luring, termasuk 12 PTS yang telah ditunjuk sebagai PTS Pendamping Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

Ia mengatakan universitas sebagai tempat melaksanakan pembelajaran, pertumbuhan, dan transformasi sudah selayaknya menjadi tempat bagi setiap individu merasa aman, dihormati, dan dihargai.

Oleh karena itu, katanya, lingkungan kampus perlu diciptakan benar-benar bebas dari pelecehan seksual.

Dia mengatakan pelecehan seksual bukan hanya merusak proses pembelajaran, tetapi juga mengancam kesehatan mental dan emosional serta mempengaruhi kepercayaan dalam komunitas akademik.

"Kampus yang bebas dari pelecehan seksual sangat penting untuk menumbuhkan rasa aman dan memungkinkan semua orang untuk fokus pada kegiatan akademik dan profesional mereka tanpa rasa takut atau cemas," ucap Andi.

Kepala LL Dikti Wilayah III Toni Toharudian berharap, situs resmi Anti Dosa Pendidikan dan Integritas Akademik (ADIA) di lldikti3.kemdikbud.go.id/adia/ yang telah dirilis dalam acara tersebut, dapat dijadikan sebagai media untuk memberikan edukasi serta kampanye anti kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Situs itu juga diharapkan dapat membantu Satgas PPKS dalam memperbarui informasi serta menambah ide konten tentang PPKS di wilayah perguruan tinggi.

“Situs ADIA ini dilengkapi fitur early alarm sebagai langkah awal masyarakat untuk melakukan pelaporan atau pengaduan terhadap terjadinya kekerasan seksual di lingkungan akademis atau kampus,” kata Toni.

Laman website ini diharapkan dapat membantu Satgas PPKS dalam memperbarui informasi serta menambah ide konten tentang PPKS Pendidikan Tinggi, kata Taufan Setyo Pranggono, Ketua Tim Kerja ADIA LLDikti Wilayah III.

Selain penandatanganan pakta integritas dan pelucuran website ADIA, ada seminar dengan narasumber Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfa Anshor dan Indra Budi Setiawan dari Pusat Penguatan Karakter, Sekretariat Jenderal Kemendikbudristek.

Dalam pemaparannya Maria mengungkapkan relasi kuasa berbasis gender dan dominasi berkontribusi terhadap terjadinya kekerasan seksual. Apalagi banyak pelaku atau terlapor kasus kekerasan terhadap perempuan berasal dari kalangan atau pihak yang seharusnya menjadi pelindung.

“Banyak kekerasan seksual yang terjadi karena adanya paradigma (stereotyping) yang terbentuk tanpa disadari, bahwa perempuan dianggap lebih rendah daripada laki-laki,” kata Maria.

Sementra Indra menyoroti pentingnya peran Ketua dan Anggota Satgas PPKS meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang terjadi di lingkungannya.

Selain itu, kata Indra, penting bagi perguruan tinggi untuk peningkatan infrastruktur mencakup penerangan, pemasangan CCTV, dan ruangan atau kantor yang terbuka atau yang bisa diakses dengan mudah oleh banyak pihak. “Oleh karena itu sangat penting adanya dukungan kebijakan dan juga pendanaan operasional pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dari pimpinan perguruan tinggi,” kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement