REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Ian Iskandar menyebutkan pihaknya mengikuti semua proses terkait perpanjangan pencegahan selama enam bulan atau sampai 25 Desember 2024. Pencegahan Firli oleh Direktorat Jenderal Imigrasi adalah perpanjangan atas permintaan dari Polri.
"Kita ikuti saja prosesnya, tetapi alangkah elok dan bijaksananya dalam perkara ini pihak Ditreskrimsus Polda Metro Jaya secara profesional untuk mengeluarkan SP3," katanya saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (1/7/2024).
Alasan Ian meminta pihak Kepolisian untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) adalah tidak adanya bukti pemerasan Firli Bahuri ke maunta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). "Tentu ada dasar hukumnya. Pasal 109 ayat 2 KUHAP yang menyatakan penyidik wajib mengeluarkan SP3 terhadap suatu perkara dikarenakan tidak terpenuhinya alat bukti atas sangkaan yang dituduhkan," kata Ian.
Ian juga menanggapi terkait adanya aliran dana Rp 1,3 miliar dari SYL kepada Firli Bahuri. Dia menjelaskan semua sudah diklarifikasi di persidangan.
"Kan sudah semuanya diklarifikasi sama penyidik, apakah secara substansial memuat kebenaran? Kan tidak," katanya.
"Menuduh memeras tapi bersaksi motifnya persahabatan, menuduh jadi terdakwa karena tidak memenuhi keinginan Pak Firli Bahuri. Artinya belum ada perbuatan yang dipenuhi," kata Ian.
Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Silmy Karim mengungkapkan bahwa tersangka kasus dugaan pemerasan Firli Bahuri dicegah keluar negeri selama enam bulan atau sampai 25 Desember 2024.
"Ini perpanjangan kedua dari mulai 25 Juni 2024 sampai 6 bulan ke depan sampai 25 Desember 2024," ujar Silmy dalam konferensi pers di kawasan Pakubuwono, Jakarta, Jumat (28/6/2024).