Jumat 28 Jun 2024 20:58 WIB

Singapura Bakal Penjarakan Tiga Aktivis Perempuan Pro-Palestina

Aksi-aksi pro-Palestina, bahkan sekadar mengibarkan bendera, dilarang di Singapura.

Para aktivis Singapura dalam aksi mengantarkan surat ke Istana pada Februari 2024 lalu.
Foto: Twitter/X
Para aktivis Singapura dalam aksi mengantarkan surat ke Istana pada Februari 2024 lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA – Tiga aktivis perempuan pro-Palestina terancam dipenjara di Singapura. Mereka didakwa melanggar aturan karena mengorganisir aksi membela Palestina yang sejauh ini terlarang di negara tetangga tersebut. 

Channel News Asia (CNA) melansir, tiga perempuan itu diduga mengorganisir kelompok beranggotakan sekitar 70 orang yang mengirimkan surat ke Istana untuk mendukung perjuangan Palestina. Dakwaan mereka dibacakan di pengadilan pada Kamis (27/6/2024). 

Di antara para aktivis adalah Annamalai Kokila Parvathi (35 tahun), Siti Amirah Mohamed Asrori (29), dan Mossammad Sobikun Nahar (25). Semuanya didakwa berdasarkan Undang-Undang Ketertiban Umum karena mengatur pertemuan atau prosesi tanpa izin pada 2 Februari lalu di sepanjang perimeter Istana, sebuah area terlarang. 

Pada 2 Februari, sekelompok orang yang berjumlah sekitar 70 orang berkumpul di sepanjang Orchard Road di luar pusat perbelanjaan sekitar pukul 14.00 dan berjalan menuju Istana. Mereka membawa payung bergambar semangka untuk mendukung perjuangan Palestina di tengah serangan brutal Israel ke Gaza. Warna semangka sama dengan warna pada bendera Palestina dan buahnya menjadi simbol solidaritas Palestina.

Menurut postingan media sosial, peserta acara Letters for Palestine berjalan dari Plaza Singapura ke Istana untuk menyampaikan surat yang ditujukan kepada Perdana Menteri Lee Hsien Loong. Polisi menambahkan bahwa Annamalai sebelumnya telah diberikan peringatan keras pada pada 5 Desember 2017, dan peringatan bersyarat selama 24 bulan pada 30 November 2021 karena keterlibatannya dalam pertemuan publik lainnya tanpa izin. 

Annamalai, seorang aktivis sipil ternama, dikatakan bersekongkol dalam dugaan pelanggaran tersebut dengan melibatkan Mossammad, Siti Amirah, Alysha Mohamed Rahmat Shah, Anystasha Mohamed Rahmat Shah, dan orang tak dikenal lainnya, dalam komisinya.  Ketiga perempuan tersebut hadir di pengadilan dan didampingi oleh lebih dari 10 orang termasuk aktivis terkemuka Jolovan Wham. 

Ketiga terdakwa diwakili oleh pengacara Derek Wong, yang mengatakan kepada pengadilan bahwa dia baru ditunjuk pada Rabu. Wong meminta waktu enam minggu untuk memberikan representasi dan mengatakan tidak ada indikasi permohonan pada saat ini. 

Wong menambahkan bahwa dia akan mengajukan permohonan mendesak agar Annamalai meninggalkan negara itu pada bulan Juli untuk mengunjungi keluarga. Ini akan didengarkan secara terpisah.

Ketiganya kemudian ditawari jaminan sebesar 5.000 dolar Singapura (sekitar Rp 60 juta). Kasus Mossammad dan Annamalai telah ditetapkan untuk dibahas lebih lanjut pada 8 Agustus, sedangkan kasus Siti Amirah akan disidangkan pada tanggal 25 Juli. 

Jaksa mencatat bahwa Siti Amirah, seorang influencer yang dikenal dengan nama Camira Asrori di media sosial, memiliki “kasus serupa” yang menunggu keputusan. 

Menurut Kepolisian Singapura, para wanita tersebut mengadakan prosesi untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap perjuangan Palestina, termasuk mengundang secara daring. 

photo
Surat para aktivis Singapura mendesak pemerintah Singapura menekan Israel menghentikan serangan ke Gaza yang diantarakan ke Istana pada Februari 2024 lalu. - (Twitter/X)

Siti Amirah sedang diselidiki atas pelanggaran dalam insiden terpisah, kata polisi tanpa menjelaskan lebih lanjut. Investigasi polisi terhadap orang lain yang terlibat dalam peristiwa yang sama sedang berlangsung. 

Sejak serangan Israel ke Gaza, pemerintah Singapura telah mewanti-wanti warganya untuk tak melakukan aksi unjuk rasa baik mendukung Palestina maupun Israel. Menurut kepolisian, masyarakat tak boleh “terlibat dalam kegiatan yang akan merusak perdamaian, ketertiban umum dan keharmonisan sosial yang telah dicapai dengan susah payah oleh warga Singapura".

“Kami memahami bahwa beberapa orang mungkin memiliki perasaan yang kuat terhadap konflik Israel-Hamas, namun mereka tidak boleh melanggar hukum dalam mengekspresikan pandangan mereka, atau meniru para pengunjuk rasa di negara lain,” kata polisi dikutip CNA.

“Mereka justru dapat berpartisipasi dalam banyak forum dan dialog, serta penggalangan donasi, yang telah diselenggarakan dengan tepat mengenai masalah ini.” Jika terbukti bersalah, masing-masing orang akan menghadapi hukuman penjara tidak lebih dari enam bulan, atau denda hingga 10.000 dolar Singapura.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement