Jumat 28 Jun 2024 06:38 WIB

Mengenang Tragedi Terorisme di Makkah 1979: Latar dan Faktor

Musim haji pada tahun 1979 M/1400 H diusik oleh serangan teroris di Masjidil Haram.

Asap membubung tinggi dari kawasan Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. Pada 1979, Masjid Suci diserang sekelompok teroris.
Foto: dok wiki
Asap membubung tinggi dari kawasan Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. Pada 1979, Masjid Suci diserang sekelompok teroris.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada musim haji 1399 H/1979 M, kekhusyukan dan keamanan jamaah haji di Makkah, Arab Saudi, terusik oleh ulah sekelompok teroris bersenjata. Para perusuh ini dikomandoi Juhaiman bin Muhammad bin Saif al-‘Utaibi (sering ditulis: Juhayman al-Otaybi).

Sosok yang mengeklaim saudaranya sebagai imam mahdi itu dibantu beberapa rekan, seperti Muhammad Maani Ahmad al-Qahtani, Muhammad Faishal, dan Muhammad Ilyas. Aksi mereka berlangsung setidaknya sejak tanggal 20 November hingga 4 Desember 1979.

Baca Juga

Juhaiman berasal dari kabilah al-‘Utaibi, yang tergolong berpengaruh di kawasan Najd, Arab Saudi tengah. Ia meyakini, saudara iparnya yakni Muhammad bin Abdullah al-Qahtani, sebagai “imam mahdi.” Dalam ajaran Islam, Imam Mahdi—yang sesungguhnya—adalah sosok yang kedatangannya menandakan kiamat besar akan segera terjadi.

Para pengikut Juhaiman al-‘Utaibi juga sangat percaya bahwa al-Qahtani, bila tidak sebagai “imam mahdi”, merupakan sosok pembaru agama Islam (mujadid). Klaim itu dikaitkan pada sebuah hadis, yakni Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT mengutus bagi umat ini pada setiap pengujung 100 tahun ada seorang yang memperbarui agamanya” (HR Abu Dawud).

Aksi yang dijalankan al-‘Utaibi memang bertepatan dengan hari-hari terakhir tahun 1399 H. Alhasil, mereka membuat seolah-olah al-Qahtani adalah “mujadid yang dinantikan” untuk era 1400 H.

photo
Juhaiman al-Utaibi - (dok wiki)

Profil sang teroris

Juhaiman al-‘Utaibi lahir di al-Sajir, Provinsi Qasim, pada tanggal 16 September 1936. Ia merupakan cucu dari Sultan bin Bajad al-‘Utaibi, sosok yang kerap berseberangan secara politik dengan penguasa Arab Saudi. Dalam Perang Sabilla, yang pecah pada 1929 M, kakeknya itu bergabung dengan kubu pemberontak untuk melawan pasukan Saudi. Pertempuran itu dimenangkan pihak Kerajaan.

Sesungguhnya, bagi kalangan elite Dinasti Saud, Suku al-‘Utaibi bukanlah pihak yang asing. Pada masa-masa awal terbentuknya Kerajaan Arab Saudi, Bani Saud mendukung dan mempersiapkan kabilah al-‘Utaibi sebagai bakal pasukan khusus. Mereka sedianya akan bertugas untuk mengawal kerajaan yang baru saja tumbuh kala itu.

Namun, belakangan tokoh-tokoh Bani al-‘Utaibi mengkhianati Dinasti Saud. Sebab, mereka tidak suka dengan kenyataan bahwa Arab Saudi semakin menerima nilai-nilai modernitas yang dipandangnya sebagai “identitas Barat.” Sejak menjadi sebuah negara kaya minyak (petrodollar), Kerajaan memang kian membuka hubungan dengan negara-negara Eropa dan Amerika.

 

Egoisme kesukuan hingga terpengaruh IM ....

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement