REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Perdana Menteri China Li Qiang pada Senin (17/6/2024), mengatakan akan memasukkan Australia dalam program bebas visa negaranya setelah bertemu dengan Perdana Menteri Anthony Albanese di Canberra.
“Kami sepakat untuk saling memberikan akses timbal balik terhadap visa masuk ganda selama lima tahun untuk pariwisata, bisnis, dan kunjungan anggota keluarga guna memfasilitasi pertukaran pribadi dengan lebih baik. China juga akan memasukkan Australia dalam program pembebasan visanya,” kata Li dalam konferensi pers bersama setelah pertemuan tahunan para pemimpin bersama Albanese.
“Kami berdua menekankan pentingnya menjaga komunikasi dan koordinasi untuk bersama-sama menjaga perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan dan sekitarnya, untuk menjaga perdamaian dan pembangunan kawasan yang paling sesuai dengan kepentingan bersama semua negara,” ujarnya dilansir laman Anadolu Agency.
Untuk menegaskan kembali komitmen terhadap kemitraan strategis komprehensif dengan Canberra, Li mengatakan mereka juga saling bertukar pandangan secara jujur mengenai beberapa perbedaan dan ketidaksepakatan. Kedua negara kata Li sepakat untuk mengaturnya dengan baik.
Li meminta Canberra untuk mendukung masuknya Hong Kong menjadi Mitra Ekonomi Komprehensif Regional, sebuah kesepakatan perdagangan di antara negara-negara Asia Pasifik.
Sementara itu, Albanese mengatakan kedua pihak telah menandatangani kesepakatan untuk bekerja sama lebih jauh mengenai aksi iklim, pendidikan, kebudayaan, dan untuk meningkatkan perjanjian perdagangan bebas. Dalam pernyataannya kepada wartawan, Albanese menyebutkan bahwa kedua pihak telah melakukan dialog "yang membangun" dan sepakat untuk mengembangkan hubungan perdagangan dan investasi selain menangani perubahan iklim.
Mengakui China sebagai kekuatan regional dan global, Albanese mengatakan Beijing memiliki peran “dalam menjaga kawasan kita tetap terbuka, stabil, dan sejahtera.”
“Sebagai negara dengan sejarah, sistem politik, dan nilai-nilai yang berbeda, kami akan bekerja sama dengan China,” tambahnya.
Dia mengatakan kedua pihak juga membahas “meningkatkan komunikasi militer-ke-militer untuk menghindari insiden.” “Kami akan berdiskusi tentang bagaimana hal itu dapat diterapkan dalam praktiknya,” tambahnya.
Perdana Menteri Australia mengatakan dia juga mengangkat “masalah dampak invasi Rusia ke Ukraina” kepada Li. “Mengenai sifat diskusi, pada beberapa isu ada kesepakatan langsung, pada beberapa isu lain tidak ada. Kita punya perbedaan pendapat, tapi penting bagi kita untuk bisa mengungkapkannya, agar kita bisa bersikap konstruktif dalam hal ini,” ujarnya.