Rabu 12 Jun 2024 15:13 WIB

Tentara Israel Diminta Pulang dan Letakkan Senjata oleh Keluarga

Keluarga tentara tidak lagi mendukung Perang Israel di Jalur Gaza.

Tentara Israel bergerak di belakang truk dekat perbatasan Israel-Gaza terlihat dari Israel selatan, Senin, 10 Juni 2024.
Foto: AP Photo/Leo Correa
Tentara Israel bergerak di belakang truk dekat perbatasan Israel-Gaza terlihat dari Israel selatan, Senin, 10 Juni 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM  -- Serangan Israel ke Jalur Gaza masih terus berlanjut.  Namun Keluarga ratusan tentara Israel yang sedang berperang di Gaza pada Selasa (11/6) mendesak putra mereka untuk meletakkan senjata dan kembali ke rumah secepatnya. Demiikian menurut laporan harian Israel Haaretz.

"Kami memberitahu anak-anak kami yang berperang bahwa mereka harus berhenti sekarang, untuk meletakkan senjata mereka dan kembali ke rumah secepatnya," kata keluarga para tentara tersebut dalam surat terbuka yang ditujukan kepada kepala otoritas pertahanan Yoav Gallant dan kepala staf militer Herzi Halevi.

Baca Juga

Para keluarga tersebut mengatakan tidak lagi mendukung perang Israel di Jalur Gaza. Mereka juga mengkritik keputusan Knesset pada Senin (10/6) untuk menyetujui rancangan undang-undang yang mengecualikan para pria Ultra-Ortodok dari wajib militer.

"Sangat tidak masuk akal RUU seperti ini dapat disahkan sementara para tentara yang berani mempertaruhkan nyawa mereka," ujar mereka dalam surat terbuka itu.

RUU tersebut disetujui untuk diajukan dengan 63 suara mendukung dari 120 kursi Knesset. Selanjutnya, RUU akan diberikan kepada Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan dalam rangka persiapan pembahasan tahap kedua dan ketiga sebelum disetujui menjadi undang-undang.

RUU tersebut, jika disetujui, akan menurunkan usia wajib militer bagi orang Yahudi Ultra-Ortodoks dari 26 menjadi 21 tahun, sehingga "perlahan-lahan" meningkatkan jumlah wajib militer dari kalangan tersebut.

Pada 31 Mei 2024, Biden mengatakan bahwa Israel mengajukan kesepakatan tiga tahap yang akan mengakhiri permusuhan di Gaza. Kesepakatan itu menjamin pembebasan sandera yang ditahan di daerah kantong pesisir.

Rencana tersebut mencakup gencatan senjata, pertukaran sandera-tahanan, dan rekonstruksi Gaza.

Dalam sebuah pernyataan gabungan, Hamas dan Jihad Islam mengatakan delegasi gabungan dari gerakan tersebut telah menyampaikan tanggapan faksi perlawanan Palestina kepada pejabat Qatar dalam pertemuan mereka dengan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani.

Tanggapan tersebut juga disampaikan kepada otoritas Mesir. Menurut pernyataan itu, tanggapan tersebut mengutamakan kepentingan rakyat Palestina, menekankan perlunya penghentian total agresi yang sedang berlangsung terhadap Gaza, dan penarikan pasukan Israel dari seluruh Jalur Gaza.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement