REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, Patra M Zen mengeluhkan penyitaan ponsel kliennya oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Patra mempermasalahkan penyitaan ponsel kliennya yang dilakukan lewat staf Hasto.
Patra menjelaskan, ponsel Hasto yang saat itu dipegang oleh stafnya kala menjalani pemeriksaan di dalam gedung KPK, malah disita penyidik. Penyitaan terjadi ketika Hasto diperiksa penyidik KPK dalam kaitan kasus buronan caleg PDIP Harun Masiku. Patra menuding tindakan itu tak sesuai prosedur.
"Bentuk penyitaan tentu harus dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana disampaikan Pak Hasto, pemanggilan ajudan (Hasto) lalu hadir dan langsung menggeledah itu patut dipertanyakan," kata Patra setelah pemeriksaan terhadap kliennya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Senin (10/6/2024).
Dia heran, mengapa penyidik menyita ponsel Hasto saat kliennya menjalani pemeriksaan di dalam gedung KPK. "Kan penyidik bisa saja meminta langsung kepada yang bersangkutan," ujar Patra.
Dia pun memandang penyitaan ponsel kliennya wajib dilakukan dengan prosedur yang sah didasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sehingga, Patra memprotes penyitaan itu karena kliennya kooperatif menghadiri pemeriksaan KPK.
"Kami sampaikan yang namanya bentuk penyitaan itu, tentu harus melalui prosedur tentu harus melalui tata cara. Ini HP-nya Pak Hasto, biasa yang namanya penyitaan diminta kepada yang bersangkutan dong. Masa yang punya HP A tidak diminta dari yang (punya HP) langsung," ucap Patra.
Dia juga menjelaskan, kliennya langsung menjawab panggilan KPK ketika menerima surat, tanpa meminta penjadwalan ulang. "Padahal Pak Hasto datang secara kooperatif sebagai warga negara yang patuh, datang sebagai Sekjen PDIP yang menghargai proses hukum tapi dibeginikan. Apalagi orang biasa, apalagi orang yang tidak punya jabatan," ucap Patra.
Dia pun menyebut kliennya keberatan dengan penyitaan itu. Sehingga Hasto akhirnya ogah melanjutkan pemeriksaan. "Ini menjadi pertanyaan apakah kaitannya dengan satu wewenang yang sah?" singgung Patra.
Kasus yang menjerat Hasto bermula ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan. Wahyu saat itu diduga menerima uang suap penetapan anggota DPR 2019-2024 lewat pergantian antarwaktu (PAW), salah satunya caleg PDIP Harun Masiku.
Adapun kader PDIP Saiful Bahri,disebutkan merupakan orang yang diminta Hasto guna membantu Harun Masiku menjadi anggota DPR RI hasil PAW. Saiful berperan berkomunikasi dengan anggota DPR RI terpilih agar mau di-PAW, dan memberikan uang suap kepada Wahyu.
Sebelumnya, tim penyidik KPK sudah mengonfirmasi keberadaan Harun Masiku kepada sejumlah saksi seperti advokat Simeon Petrus hingga Mahasiswa atas nama Hugo Ganda dan Melita De Grave. Harun sejak awal 2020 hingga kini berstatus buronan.