Kamis 06 Jun 2024 16:09 WIB

Massa Buruh Desak Pemerintah Batalkan Rencana Pemotongan Upah untuk Tapera

Presiden Buruh curiga, program iuran tapera bukan untuk rumah pegawai.

Rep: Bayu Adji Prihammanda / Red: Erik Purnama Putra
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menggelar aksi mendukung pencabutan PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Foto: Edi Yusuf/Republika
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menggelar aksi mendukung pencabutan PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Massa aksi buruh dari berbagai serikat menggelar demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024). Dalam aksi itu, buruh menuntut pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, aksi buruh itu dilakukan untuk menuntut pemerintah membatalkan PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera. Dia mengancam akan melakukan aksi yang luas di berbagai wilayah Indonesia untuk menolak kebijakan pemotongan gaji tiga persen untuk tapera.

Baca: Sebanyak 24 Athan Negara Sahabat Jajal Senjata Produksi PT Pindad

"Aksi pada hari ini tuntutannya adalah, cabut PP Nomor 21 Tahun 2024. Kami meminta di depan Istana agar bapak Presiden Jokowi mencabut PP 21 tersebut," kata Iqbal saat melakukan aksi di kawasan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis.

Iqbal mengatakan, pihaknya memberikan batas waktu 1 × 7 hari kepada pemerintah untuk mencabut PP Nomor 21 Tahun 2024. Apabila dalam kurun waktu itu pemerintah tak ambil sikap, buruh siap untuk melakukan aksi yang lebih besar.

Baca: Kapusziad dan Komandan Pasukan Perdamaian TNI Diganti

Dia menjelaskan, terdapat sejumlah alasan buruh menolak aturan tersebut. Pertama, kebijakan pemotongan upah untuk program Tapera tak serta merta memberikan kepastian terhadap peserta untuk dapat memiliki rumah.

Iqbal juga membuat simulasi uang yang akan terkumpul apabila program itu tetap dijalankan. Dia mencontohkan, dengan rata rata upah Rp 3,5 juta, potongan sebesar 3 persen dari upah itu setiap bulannya adalah Rp 105 ribu. Dalam satu tahun, akumulasi dari program Tapera hanya mengumpulkan sekitar Rp 1,26 juta setiap pekerja.

"Kalau sepuluh tahun cuma Rp 12,6 juta. Katakanlah 20 tahun dipotong, tabungannya hanya Rp 25,2 juta, mana ada rumah harganya segitu," kata Iqbal.

Baca: Kepala Bakamla Dorong Terbentuknya ASEAN Coast Guard

Alih-alih rumah, tabungan sekitar Rp 25 juta masih akan kurang untuk membayar uang muka untuk kredit kepemilikan rumah (KPR). Dia menduga, program Tapera sebenarnya bukan didesain untuk memenuhi kebutuhan perumahan rakyat. "Pertanyaannya, uang iuran ini dikumpulkan untuk apa?" ucap Iqbal.

Alasan kedua PP Nomor 21 Tahunh 2024 harus ditolak adalah karena pemotongan itu hanya mengandalkan iuran dari pekerja sebesar 2,5 persen dan pengusaha sebesar 0,5 persen. Sementara pemerintah tidak dikenakan iuran untuk program tersebut. Padahal, negara seharusnya dapat memenuhi kebutuhan perumahan rakyat.

"Karena itu, buruh akan melakukan aksi terus-menerus di seluruh Indonesia. Sudah tidak punya kepastian dapet rumah, pemerintah tidak mengiur. Dan ini juga membebani buruh," kata Iqbal.

Dalam aksi yang diikuti sekitar 1.000 buruh dari wilayah Jabodetabek itu juga massa menuntut pemerintah mencabut Permendikbud tentang UKT. Dengan kebijakan itu, biaya kuliah akan jadi mahal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement