REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai imbas terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024, kini organisasi masyarakat (ormas) keagamaan berpeluang untuk mengelola usaha pertambangan batu bara. Menurut Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom, dirinya mengapresiasi kebijakan tersebut. Namun, itu tidak berarti PGI termasuk kelompok ormas yang siap menerima izin usaha pertambangan (IUP).
"Apresiasi saya terhadap keputusan Presiden yang memberikan IUP kepada lembaga keagamaan hendaknya tidak dipahami bahwa PGI sedang menyediakan diri untuk ikut dalam pengelolaan tambang," kata Pendeta Gomar Gultom kepada Republika, Kamis (6/6/2024).
Pihaknya sejak awal mengingatkan, lembaga keagamaan seperti PGI memiliki keterbatasan dalam hal pengelolaan suatu tambang. Menurut dia, sebaiknya lembaga keagamaan berfokus pada pembinaan umat.
"Saya tentu menghormati keputusan lembaga keagamaan yang akan memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh PP tersebut. Dalam kaitan inilah saya menyambut positif kebijakan ini, seraya mengingatkan perlunya kehati-hatian," ujar dia.
Pendeta Gomar mengatakan, hingga kini PGI masih mengkaji PP Nomor 25/2024, khususnya berkaitan dengan Pasal 83A. Yang jelas, lanjt dia, perkara mengelola tambang tidak termasuk bidang pelayanan PGI, di samping bahwa organisasi tersebut tidak memiliki kemampuan dalam aspek pertambangan batu bara.
"Ini benar-benar berada di luar mandat yang dimiliki oleh PGI," ucap dia.
Sejauh ini, PGI aktif mendampingi korban-korban kebijakan pembangunan, termasuk korban usaha tambang. Pendeta Gomar menyebut, ada kemungkinan bila PGI ikut menerima IUP, lembaga ini akan "berhadapan dengan dirinya sendiri." Dalam arti, sangat rentan kehilangan legitimasi moral.