Koordinator Dewan Buruh Nasional Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menilai, tidak ada urgensi mengenai persoalan Tapera yang dihimpun melalui potongan uang pekerja atau buruh. Menurut dia, upaya untuk memberikan akses masyarakat terhadap hunian adalah dengan meningkatkan pendapatan rakyat melalui peningkatan upah layak secara nasional.
"Sekarang, dengan upah rendah, rakyat dipaksa dipotong upahnya tanpa melalui kehendak kaum buruh dan rakyat," kata Nining saat dikonfirmasi Republika.
Ia menambahkan, secara konstitusi, negara memiliki kewajiban untuk menyediakan rumah layak dan bisa dijangkau untuk rakyat. Hal itu merupakan mandat konstitusi. Namun, kewajiban negara itu tidak seharusnya dilakukan dengan memotong upah buruh.
"Dengan (potongan) Tapera, negara hadir hanya sekadar pengepul anggaran," kata dia.
Selain itu, menurut dia, tidak ada kepastian buruh bisa mendapatkan rumah dengan adanya potongan Tapera. Apalagi, saat ini situasi ekonomi sedang sulit.
Karena itu, Nining mendesak pemerintah membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera. Kebijakan itu dinilai hanya menambah beban bagi buruh.
Dengan adanya potongan Tapera, buruh akan makin terjepit. Pasalnya, upah para buruh hari ini hanya bisa mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.
"Kami desak pemerintah memastikan pendapatan layak dan kesejahteraan perumahan layak. Dengan itu, mereka bisa menabung untuk membeli rumah sendiri," kata dia.
Menurut Nining, apabila pemerintah memiliki masalah terkait pendapat negara, harus adalah solusi untuk mengatasinya. Ia mencontohkan, pemerintah bisa melakukan pengetatan anggaran atau menyita harta koruptor.
"Itu lebih bermanfaat. Kalau tetap dipaksa (Tapera), kami akan terus menyerukan semua pihak bersatu untuk mendesak pemerintah. Tidak boleh berdiam diri," kata dia.