Rabu 29 May 2024 06:40 WIB

Prediksi UKT Naik Lagi Tahun Depan, JPPI: Kembalikan Status PTNBH ke PTN

Pembatalan kenaikan UKT tidak dibarengi dengan pencabutan Permendikbudristek 2/2024.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Friska Yolandha
Sejumlah tenda terpasang di halaman Gedung Rektorat Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (28/5/2024) sore. Tenda tersebut akan digunakan mahasiswa untuk menginap di kampus hingga 3 Juni 2024 mendatang. Aksi menginap dilakukan sebagai penolakan terhadap kenaikan UKT di UGM.
Foto:

Menurut Ubaid, besaran anggaran APBN untuk pendidikan, tidak mempengaruhi mahalnya UKT. Karena pemerintah saat ini tak lagi menggunakan APBN untuk mensubsidi PTNBH. Dulu, kata dia, ketika masih berstatus PTN, maka pemerintah punya kewajiban untuk membiayai PTN supaya terjangkau dan memperluas akses.

"Kini, dengan status PTNBH, pemerintah tak lagi membiayai, tapi PTNBH harus mamandiri dalam pembiayaan,” kata Ubaid. 

Jadi, ketika PTN-BH tidak punya sumber pembiayaan yang mencukupi, maka biaya operasional kampus yang besar itu, yang dulunya ditanggung oleh negara, kini ditanggung oleh masyarakat melalui skema UKT.  Dengan status PTN-BH, kampus harus mencari pembiayaan mandiri dengan melakukan usaha-usaha profit.

“Salah satu usaha paling menguntungkan dan tidak mungkin merugikan kampus ada, berbisnis dengan mahasiswa melalui skema UKT ini. Karena itu, selama status PTN-BH ini tidak dibubarkan, kampus tidak dikembalikan menjadi PTN, maka biaya UKT akan selalu membumbung tinggi,” ujar Ubaid. 

Ubaid menambahkan, bantuan untuk mahasiswa dari keluarga miskin yang katanya 20 persen di PTNBH itu hanyalah kamuflase saja. Nyatanya, KIP-Kuliah banyak salah sasaran, bahkan kampus tidak memenuhi jumlah minimum 20 persen untuk mahasiswa dengan skema UKT kelompok I dan kelompok II.

Belum lagi masalah soal mahasiswa dengan kemampuan ekonomi menengah. Di mana mereka merasa sangat terbebani dan tidak mampu bayar UKT, karena itu banyak di antara mereka yang putus kuliah di tengah jalan. 

“Ketika tetap berstatus sebagai PTNBH, dan tidak adanya revisi UU Dikti 12 tahun 2012, maka kampus-kampus itu akan merajalela dan ugal-ugalan melakukan komersialisasi dan menjadikan kampus sebagai lahan bisnis. Hal ini jelas bertentangan dengan amanah UUD 45, terutama pasal 31 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan," tegas Ubaid.

Menurut Ubaid, supaya berkeadilan bagi semua, maka kita harus mengembalikan pendidikan sebagai hak dasar seluruh warga negara Indonesia. Pendidikan harus diletakkan sebagai barang publik  sebab menyangkut hajat hidup dan kebutuhan seluruh masyarakat.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement