REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Imigrasi Kelas I TPI Surabaya menangkap seorang warga negara (WN) Bangladesh yang masuk daftar pencarian orang (DPO) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Australia Federal Police (AFP). Pria berinisial HR itu diduga kuat terlibat dalam penyelundupan manusia ke Australia.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Surabaya, Ramdhani mengatakan HR mulanya dilaporkan oleh istrinya yang merupakan warga negara Indonesia (WNI), S, pada 9 Januari 2024. Kala itu S mengaku bahwa suaminya meninggalkan rumah tidak diketahui keberadaannya.
"Istrinya juga menyampaikan bahwa HR terlibat dalam kegiatan ilegal mendatangkan WNA dari Bangladesh dan Pakistan untuk diberangkatkan ke Australia," kata Ramdhani dalam keterangan pers di Jakarta pada Jumat (17/5/2024).
Atas laporan tersebut, pada 12 Januari dan 1 Maret 2024, S bekerja sama dengan petugas imigrasi memancing HR agar keluar dari persembunyiannya. Selanjutnya, pada 2 April 2024, Kedutaan Besar Bangladesh mengonfirmasi bahwa HR memiliki rekam jejak kasus penyelundupan manusia.
Petugas imigrasi berkoordinasi dengan Subdit Penyidikan Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian serta AFP pada 24-25 April 2024 dalam mencari titik terang keberadaan HR. Pada 26 April, petugas memanggil seseorang dari lembaga bantuan hukum (LBH) yang diketahui menjadi perwakilan HR.
Dia membantu HR dalam rangka memproses layanan keimigrasian untuknya. Petugas memintanya mendatangkan HR dengan alasan menyelesaikan layanan keimigrasian. Pada 28 April 2024, petugas berkoordinasi dengan Polda NTT dan dinyatakan bahwa HR adalah DPO Polda NTT.
"Tanggal 8 Mei, HR tiba di Kantor Imigrasi Surabaya dan kami segera mengamankannya. Saat petugas melakukan pengecekan di persembunyian HR, kami juga menemukan warga negara Bangladesh lain," ujar Ramdhani.
Pada 11 Mei 2024, petugas memeriksa S, M (teman wanita HR), dan Sl (warga negara Bangladesh lain yang tinggal di persembunyian HR). "Petugas menemukan berbagai petunjuk dan alat bukti," ucap Ramdhani.
Sementara itu, Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Saffar Muhammad Godam menerangkan pada 13 Mei 2024 petugas imigrasi melimpahkan HR ke Polda NTT. Sebab HR merupakan terduga tindak kriminal penyelundupan manusia DPO Polda NTT.
"Dalam hal keimigrasian, HR melanggar Pasal 120 ayat (1) dan (2) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian," ujar Godam.
Wakapolda NTT Brigjen Awi Setiyono mengatakan, HR dan komplotannya menggunakan modus memasang iklan di aplikasi Tiktok dengan menawarkan pekerjaan di Australia untuk menjerat korbannya. Salah satu korban WN India dimintai uang sejumlah 2.000 dolar Australia.
Sedangkan tiga orang korban WN Bangladesh dan satu orang WN Myanmar dimintai uang sejumlah 30 ribu ringgit Malaysia. "Mereka melanggar Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun. Denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 1,5 miliar," ujar Awi.