Selasa 14 May 2024 09:47 WIB

Kecelakaan SMK Lingga Kencana, Komisi X: Moratorium dan Ubah Konsep Study Tour

11 orang meninggal akibat kecelakaan bus yang ditumpangi siswa SMK Lingga Kencana.

Bus Trans Putera Fajar yang mengangkut siswa SMK Lingga Kencana Depok terguling di Jalan Raya Ciater, Subang mengalami kerusakan parah di bagian kiri bus, Ahad (12/5/2024).
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Bus Trans Putera Fajar yang mengangkut siswa SMK Lingga Kencana Depok terguling di Jalan Raya Ciater, Subang mengalami kerusakan parah di bagian kiri bus, Ahad (12/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Meninggalnya sembilan siswa-siswi SMK Lingga Kencana Depok dalam insiden kecelakaan bus di Subang, Jawa Barat, harus menjadi momentum besar untuk mengevaluasi kegiatan study tour. Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pun diminta melakukan moratorium dan mengubah konsep kegiatan luar ruang.

“Jelang tahun ajaran baru ini akan banyak penyelenggara pendidikan yang mengadakan kegiatan luar ruang seperti study tour atau field trip. Sebaiknya untuk sementara kegiatan ini dimoratorium lebih dulu dan diubah konsepnya sehingga lebih memberikan manfaat optimal bagi peserta didik,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Selasa (14/5/2024).

Baca Juga

Kecelakaan bus pariwisata Putera Fajar di Subang mengangkut rombongan siswa-siswi SMK Lingga Kencana Depok dari Bandung. Tragedi tersebut merenggut 11 orang meninggal dunia, 9 di antaranya adalah siswa-siswi SMK Lingga Kencana. Sedangkan puluhan lainnya mengalami luka berat hingga ringan.

Politisi PKB ini menilai, moratorium atau menghentikan sementara kegiatan luar ruang untuk memastikan aktivitas study tour atau field trip benar-benar aman bagi peserta didik. Perlu dipastikan standar baku dalam bentuk petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis ketika penyelenggara pendidikan hendak mengadakan kegiatan luar ruang.

 

“Di situ harus dijelaskan tentang tujuan, ruang lingkup kegiatan, termasuk standar minimal keamanan transportasi, akomodasi, hingga konsumsi peserta didik. Nah sebelum ada sandar baku pelaksanaan kegiatan luar ruang tersebut maka moratorium study tour harus diberlakukan karena kita tidak ingin tragedi Subang kembali terjadi,” katanya.  

Selain itu, kata Huda, perlu ada perubahan konsep study tour dengan menempatkan peserta didik sebagai subjek kegiatan. Menurutnya, selama ini konsep study tour lebih menempatkan siswa sebagai objek untuk diajak jalan-jalan atau berlibur bersama. Kondisi ini terkadang lebih menguatkan sisi komersil daripada sisi edukasi.

“Seringkali penyelenggara menekan biaya pengeluaran untuk transportasi, konsumsi, maupun akomodasi untuk mendapatkan keuntungan yang ujungnya bisa merugikan peserta kegiatan,” katanya.  

Agar kegiatan study tour atau field trip lebih bermakna, kata Huda, sekolah bisa bekerja sama dengan desa-desa wisata yang saat ini banyak tumbuh di berbagai wilayah. Di sana sekolah bisa melibatkan siswa untuk aktif membantu perbaikan tata kelola seperti membuat konten promosi, membuat aplikasi tiket secara online, hingga memberikan input terkait jenis wahana wisata yang ada. 

“Dengan konsep ini di satu sisi peserta didik bisa menikmati waktu luang (leisure) mereka di lokasi wisata, namun di sisi lain mereka juga bisa berkreasi mengembangkan objek wisata yang ada,” ujar Huda.

Huda mengatakan, insiden Subang merupakan kabar duka bagi dunia pendidikan di Indonesia. Menurutnya,  kejadian tersebut tidak boleh terulang mengingat peserta didik merupakan aset bangsa yang sangat berharga.

“Semua stake holder tentu memahami betapa peserta didik adalah aset bangsa yang harus dilindungi dari segala hal yang mengancam keselamatan fisik maupun psikis mereka,” kata Huda.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement