Selasa 23 Apr 2024 17:38 WIB

Pimpinan KPK Sentil Anak Buahnya Soal Lambannya Kasus Mantan Wamenkumham

KPK menjamin tetap memproses dugaan korupsi Eddy dengan penerbitan sprindik baru.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat memberikan keterangan kepada awak media terkait perkembangan penanganan kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua, Lukas Enembe di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (24/10/2022).
Foto: Republika/Flori sidebang
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat memberikan keterangan kepada awak media terkait perkembangan penanganan kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua, Lukas Enembe di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (24/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mempermasalahkan lamanya penuntasan administrasi perkara yang menjerat mantan wakil menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej. Alex mengungkapkan pimpinan KPK sampai sekarang tak kunjung menerima surat perintah penyidikan (sprindik) baru menyangkut Eddy Hiariej.

Sprindik itu seharusnya dikirimkan oleh tim penyidik KPK. "Belum sampai pimpinan," kata Alex dalam keterangannya pada Selasa (23/4/2024).

Baca Juga

Alex merasa urusan administrasi itu mestinya tak memakan waktu lama. "Mestinya enggak ada kendalanya. Tinggal menyesuaikan putusan praperadilan saja apa susahnya," ujar Alex.

Sebelumnya, KPK menjamin tetap memproses perkara dugaan korupsi yang menjerat Eddy Hiariej lewat penerbitan sprindik baru. Hal ini menyusul kekalahan KPK di tahap praperadilan oleh Eddy Hiariej.

Hakim tunggal PN Jaksel Estiono diketahui menerima permohonan praperadilan yang diajukan oleh Prof Eddy dalam sidang pada Selasa (30/1/2024). Estiono memutuskan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Prof Eddy tidak sah.

Awalnya, Prof Eddy ditetapkan tersangka bersama "orang dekatnya" Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana. Mereka diduga menerima suap dari tersangka mantan Dirut PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, senilai Rp 8 miliar.

Dalam perkara ini, Prof Eddy dua kali mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangkanya. Dalam praperadilan pertama, Prof Eddy mencabutnya untuk diperbaiki. Dalam permohonan kedua, Prof Eddy mengajukan permohonan sendiri atau tanpa Yosi dan Yogi sebagai sesama tersangka.

Kekalahan KPK terjadi lagi setelah hakim tunggal PN Jaksel Tumpanuli Marbun menerima gugatan praperadilan Dirut PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan untuk sebagian pada akhir bulan lalu. Tumpanuli memutuskan penetapan tersangka Helmut oleh KPK tidak sah. Helmut semula ditersangkakan sebagai penyuap Prof Eddy.

Seperti halnya Prof Eddy, ini permohonan praperadilan kedua oleh Helmut. Helmut sempat mengajukannya, namun dicabut belakangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement