Senin 22 Apr 2024 19:03 WIB

Tiga Kapal Nelayan Tradisional Natuna Ditangkap di Perairan Malaysia

Nelayan disarankan memperhatikan GPS agar tidak memasuki wilayah negara lain.

Petugas Basarnas Kulonprogo membantu kapal nelayan asal Cilacap, Jawa Tengah yang alami mati mesin di Perairan Pantai Congot, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ahad (10/3/2024).
Foto: Dok Basarnas Yogyakarta
Petugas Basarnas Kulonprogo membantu kapal nelayan asal Cilacap, Jawa Tengah yang alami mati mesin di Perairan Pantai Congot, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ahad (10/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, NATUNA -- Tiga unit kapal nelayan tradisional asal Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) ditangkap di Perairan Malaysia. Wakil Bupati Natuna, Rodhial Huda di Natuna, Senin, (22/4/2024), mengatakan total nelayan yang berada di tiga kapal tersebut sebanyak delapan orang.

Ia menyebut, kapal yang ditangkap berkapasitas 5 GT (Gross Tonage) dan alat tangkap yang digunakan yakni pancing. Para nelayan diduga ditangkap oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia pada 18 April 2024, saat menangkap ikan di perairan negeri jiran itu. "Mereka masuk ke wilayah Malaysia," ucap Rodhial.

Baca Juga

Kata dia, pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (Konjen) di Kucing Malaysia, agar membantu memantau perkembangan hukum yang akan dikenakan pada para nelayan. "Kita sudah lakukan komunikasi secara lisan, nanti kita akan bersurat juga seperti yang kita lakukan pada kasus yang sama, yang pernah terjadi pada beberapa waktu lalu," ujar Rodhial.

Ia menjelaskan, pihaknya juga akan berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk membantu komunikasi dengan pihak Malaysia agar hukuman yang diberikan kepada nelayan tidak berat. Menurut Rodhial, Pemerintah Indonesia dan Malaysia pernah menjalin kerja sama terkait wilayah tangkap.

Inti dari perjanjian tersebut adalah nelayan Indonesia dengan kapasitas tertentu diperbolehkan untuk beraktivitas di perairan Malaysia dan begitu juga sebaliknya. "Kita akan ke Kemenlu, minta Kemenlu mengingatkan kembali perjanjian itu, agar nelayan kita mendapatkan kemudahan dan keringanan serta hal itu dijadikan acuan oleh APMM (penegak hukum Malaysia) dalam menentukan hukuman yang akan dikenakan pada nelayan," imbuh dia.

Menurut Rodhial, kejadian tersebut sudah sering terjadi, karena itu ia mengingatkan nelayan untuk lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaan dan selalu memperhatikan GPS agar tidak memasuki wilayah negara lain. "Ini yang ketiga kalinya, jika belajar pada kasus sebelumnya yang ditahan hanya tekongnya," ungkap dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement