Ketua majelis hakim sekaligus Ketua MK Suhartoyo mengatakan, para hakim akan mempertimbangkan kedua usulan tersebut. Pasalnya, majelis hakimlah yang memutuskan apakah majelis membutuhkan keterangan Kapolri dan Kepala BIN untuk memutus perkara ini.
"Jadi kalaupun ada permohonan baru akan dibahas kembali. Yang punya pertimbangan bahwa itu dibutuhkan atau tidak adalah mahkamah," kata Suhartoyo dalam persidangan.
Kendati akan membahas usulan tersebut dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH), Suhartoyo mengingatkan bahwa menghadirkan dua pejabat tinggi negara itu dapat mengganggu jadwal persidangan mengingat sidang sengketa pilpres berlangsung cepat. Apalagi, majelis hakim dalam sidang pekan lalu sudah menampung usulan untuk menghadirkan pejabat negara.
"Sebenarnya sudah selesai di kemarin (sidang pekan lalu terkait usulan menghadirkan pejabat negara). Hari ini sebenarnya sudah tidak menerima itu (usulan) karena nanti tidak ada kepastian step-step jadwal sidang ini. Tapi, nanti akan kami diskusikan dengan para hakim," ujarnya.
Dalam sidang pekan lalu, pasangan Ganjar-Mahfud meminta MK menghadirkan Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menko PMK Muhadjir Effendy. Dalam kesempatan sama, pasangan Anies-Muhaimin meminta MK menghadirkan Risma, Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Tujuannya untuk membuktikan dalil bahwa Jokowi menggunakan bansos untuk kepentingan pemenangan Prabowo-Gibran.
Suhartoyo dalam sidang pada Senin (1/4/2024) menyatakan bahwa majelis hakim akan meminta keterangan dari Risma, Sri Mulyani, Muhajir Effendy, dan Airlangga Hartarto, serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka semua akan dihadirkan dalam sidang lanjutan pada Jumat (5/4/2024).
"Yang sudah pasti itu (4 menteri dan DKPP), sehingga ikuti saja karena yang punya pertimbangan bahwa dibutuhkan atau tidak itu (keterangan mereka) adalah mahkamah," ujar Suhartoyo.
Sebagai gambaran, kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud punya petitum serupa dalam gugatan mereka di MK. Pertama, mereka meminta MK membatalkan keputusan KPU terkait hasil Pilpres 2024. Kedua, diskualifikasi Prabowo-Gibran.
Ketiga, mereka meminta MK memerintahkan KPU menggelar pemungutan suara ulang Pilpres 2024. Mereka punya alasan serupa mengajukan petitum tersebut, yakni karena menilai pencalonan Gibran bermasalah dan menganggap telah terjadi pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam penyelenggaraan Pilpres 2024.