Selasa 26 Mar 2024 21:14 WIB

Ditetapkan Sebagai Tersangka Korupsi Timah, Helena Lim: Saya tIdak Bersalah

Helena ditetapkan tersangka atas perannya selaku manager di PT QSE.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Kejakgung tetapkan pengusaha Helena Lim sebagai tersangka ke-15 dalam penyidikan kasus korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk,  Senin (25/3/2024).
Foto: Republiika/Bambang Noroyono
Kejakgung tetapkan pengusaha Helena Lim sebagai tersangka ke-15 dalam penyidikan kasus korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk, Senin (25/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka Helena Lim (HLM) tak mengakui perbuatan yang dituduhkan kepadanya dalam perkara korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk di Bangka Belitung.  Saat digelandang ke sel tahanan usai ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejakgung) pengusaha perempuan kaya raya asal Jakarta Utara itu menyatakan tak tahu-menahu tentang korupsi yang dituduhkan terhadapnya.

Bahkan, Helena memastikan dirinya tak bersalah. “Saya tidak bersalah. Saya tidak tahu,” kata Helena saat digelandang ke mobil tahanan oleh tim penyidik Kejakgung, di Jakarta, Selasa (26/3/2024).

Baca Juga

Tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampdisus) menjebloskan Helena ke sel tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejakgung di kawasan Jakarta Selatan (Jaksel). Penahanan tersebut setelah tim penyidik Jampidsus menetapkan Helena sebagai tersangka Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, juncto Pasal 18 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi mengatakan, Helena ditetapkan tersangka atas perannya selaku manager di PT Quantum Skyline Exchange (QSE). “Berdasarkan alat bukti setelah dilakukan pemeriksaan intensif, penyidik menyimpulkan yang bersangkutan HLM ditetapkan sebagai tersangka,” begitu kata Kuntadi saat konfrensi pers di gedung Kejakgung, Jakarta, Selasa (26/3/2024).

Perusahaan tersebut kata Kuntadi turut memberikan bantuan dalam pengelolaan hasil tindak pidana korupsi (tipikor) timah yang dilakukan oleh tersangka lain. “Yaitu terkait dengan pemberian bantuan berupa kerja sama dalam penyewaan peralatan prosesing timah, di mana yang bersangkutan (Helena) memberikan sarana kepada PT QSE untuk kepentingan dan keuntungan para tersangka lain,” kata Kuntadi.
 
Keterlibatan lainnya, kata Kuntadi, tersangka Helena sebagai general manager PT QSE juga membantu penyaluran keuntungan ilegal dari perusahaan milik para tersangka lain ke dalam bentuk bantuan ke masyarakat. “Dengan dalih melalui penyaluran CSR yang CSR itu sebagai dalih saja,” ujar Kuntadi.
 
Kuntadi juga mengatakan, terkait Helena ini, tim penyidikan Jampidsus sudah melakukan penggeledahan dan penyitaan. Pada 9 Maret 2024, tim penyidik Jampidsus meyita uang senilai total Rp 33 miliar dalam bentuk mata uang lokal dan dolar Singapura. 
 
Helena Lim ditetapkan sebagai tersangka ke-15 dalam kasus ini. Sebelumnya, Kejakgung sudah menetapkan 14 tersangka lainnya. Tiga tersangka di antaranya adalah penyelenggara dari PT Timah Tbk 2016-2021. Di antaranya, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) yang ditetapkan tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk 2016-2021, dan Emil Emindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk 2018. 
 
Pekan lalu, penyidik Jampidsus juga menetapkan Alwin Albar (ALW) sebagai tersangka atas perannya selaku direktur operasional PT Timah Tbk. Adapun tersangka lainnya adalah kalangan swasta para pemilik perusahaan penambangan timah di Bangka Belitung. Kejakgung sudah merilis angka kerugian negara terkait korupsi timah ini.
 
Yaitu sebesar Rp 271 triliun. Namun nilai kerugian tersebut baru terkait dengan kerugian perekonomian negara dari dampak kerusakan lingkungan dalam kegiatan penambangan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk tersebut. Adapun kerugian keuangan negara, sampai saat ini masih dalam pengitungan oleh tim di BPKP.
 
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement