REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama, divonis penjara selama tiga tahun. Windi dinilai bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di kasus korupsi proyek pengadaan base transceiver station (BTS) 4G Bakti Kemenkominfo.
Hal itu disampaikan hakim ketua Rianto Adam Pontoh dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Senin (25/3/2024) petang WIB. "Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Windi Purnama selama tiga tahun dan denda Rp 500 juta, dan kalau tidak dibayar diganti dengan kurungan selama empat bulan," kata Rianto dalam sidang tersebut.
Baca: KPPU Pastikan Lanjutkan Kasus Pinjol Pendidikan ke Penegak Hukum
Majelis hakim menyatakan, Windi Purnama tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak kejahatan pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua primer penuntut umum. Sehingga Windi Purnama dibebaskan dari dakwaan kedua primer tersebut.
"Menyatakan terdakwa Windi Purnama terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua subsider penuntut umum," ujar Rianto.
Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan pidana penjara selama empat tahun yang diajukan JPU. Selain itu, Windi juga lolos dari pembayaran denda sebesar Rp 1 miliar yang dituntut JPU.
Windi didakwa melakukan TPPU bersama Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan, dkk. Windi didakwa melakukan TPPU terkait korupsi proyek BTS Bakti Kemenkominfo.
Windi didakwa berperan menjadi kurir uang hasil korupsi kepada sejumlah pihak atas instruksi Iwan Hermawan, eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, dan mantan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galubang Menak Simanjuntak. Mereka diadili dalam berkas terpisah.
Windi menerima total uang Rp 240,5 miliar dari perusahaan kontraktor dan subkontraktor sebagai bentuk commitment fee lantaran sudah memperoleh pekerjaan di proyek BTS 4G. Selain menjadi kurir uang korupsi, Windi pun didakwa menikmati uang itu demi keperluan pribadinya.
Kasus ini ditaksir menimbulkan kerugian hingga Rp 8 triliun. Jumlah tersebut berasal dari Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara. Dalam kasus itu, Yusrizki meraup untung 2,5 juta dolar AS dan Rp 84,179 miliar.